Oleh: Raditya Rahman
Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah di Indonesia telah mengakibatkan banyak kerugian, baik korban nyawa hingga kerugian material lainnya. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah Pusat mengoptimalisasikan seluruh jajarannya untuk menangani dampak bencana tersebut, terutama menyangkut keselamatan warga.
Presiden Joko Widodo telah memberikan mandat kepada jajaranna dalam mengatasi banjir yang mendera sejumlah wilayah di jabodetabek pada awal tahun 2020 ini.
Pertama, urusan banjir yang paling penting adalah yang berkaitan dengan keselamatan warga yang harus dinomorsatukan.
Mantan Walikota Surakarta tersebut juga telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pemprov Jakarta dan Basarnas, serta instansi terkait untuk bergerak bersama-sama.
Baca Juga
Kedua, Jokowi juga berperan dalam melakukan normalisasi untuk fasilitas-fasilitas umum, seperti bandara, jalan tol dan beberapa objek vital lainnya seperti stasiun atau terminal. Normalisasi tersebut diupayakan sehingga fungsi-fungsi itu kembali menjadi normal.
Sementara langkah ketiga yang ditempuhnya, Jokowi meminta kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk besinergi secara bersama-sama dalam menanggulangi banjir, khususnya di Jakarta.
Menteri PUPR Basuki Hadimulyo berpendapat, hasil penelusuran membuktikan bahwa adanya genangan air di daerah yang belum di normalisasi.
Basuki menggambarkan di sekitar kampung Pulom Jatinegara bagian sungai yang belum dinormalisasi sehingga terlihat genangan air yang turun ke pemukiman warga.
Basuki juga menuturkan, normalisasi tersebut merupakan rencana lama pemerintah yang sudah masuk dalam master plan pembangunan.
Penanganan Banjir di Jakarta memang seyogyanya ditangani oleh pemerintah pusat, hal ini disebabkan karena kerugian dan korban jiwa yang diakibatkan banjir sudah membuat kita prihatin.
Skala prioritas dalam pembangunan memang haruslah mengacu pada kebutuhan yang dirasa paling mendesak, tatkala hal tersebut diabaikan, maka capaian yang ingin didapatkan oleh masyarakat secara luas.
Jokowi-pun akhirnya mengambil alih penanganan banjir di Ibu Kota. Hal tersebut ia sampaikan pada akun twitternya @jokowi. Dalam postingannya, Presiden 2 periode tersebut menyebutkan terdapat empat lokasi banjir terparah pada awal tahun 2020.
Lokasi banjir tersebut dipaparkannya meliputi pemukiman warga di sepanjang aliran empat sungai besar. Empat sungai besar tersebut antara lain, Sungai Krukut, Sungai Ciliwung, Sungai Cakung dan Sungai Sunter.
Berkaitan dengan bencana banjir tersebut, Jokowi mengingatkan agar seluruh pihak dapat mengambil langkah darurat, menyiagakan mesin pompa hingga blokade banjir lewat bronjong dana karung pasir.
Kebiasaan blusukan Jokowi juga dilakuan oleh Jokowi yang secara mendadak mengunjungi waduk pluit jumat lalu. Kehadiran pemerintah pusat dalam mengoptimalkan penanganan banjir tentu patut diapresiasi karena hal tersebut merefleksikan hadirnya negara di masyarakat.
Langakah yang diambil oleh pemerintah pusat tesebut ternyata mendapatkan apresiasi dari Johan Budi selaku Anggota DPR Komisi II, menurutnya pemerintah pusat langsung turun tangan dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah terkait dan instansi yang berkaitan dengan penanganan banjir, khususnya dalam upaya menyelamatkan dan mengevakuasi korban terdampak bencana tersebut.
Hadirnya pemerintah pusat tentu menjadi raport merah bagi pemprov, apalagi setelah diketahu bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta telah memotong anggaran penanganan banjir sebesar Rp 500 miliar, serta dialihkan untuk pelaksanaan Formula E 1, yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Padahal ketika musim kemarau berakhir, maka Ibukota akan bersiap menyambut banjir yang sudah menjadi persoalan musiman yang sulit dihindarkan. Namun entah apa yang dipikirkan oleh Pemprov DKI Jakarta yang terkesan mengesampingkan hal tersebut.
Mungkin saja memang sudah sepantasnya pemerintah pusat hadir mengambil alih penanganan banjir sejak tahun 2017. Gubernur Anies Baswedan juga terkesan tidak bijak dalam menangani permasalahan banjir di daerahnya.
Menurut Anies, dia tetap keukeuh bahwa penanganan banjir adalah persoalan penanganan di hulunya, bukan soal normalisasi. Sudah terbukti menurutnya, bahwa adanya normalisasi kali di kampung pulo, namun banjir tetap melanda masyarakat di Jakarta dan Sekitarnya.
Oleh karena itu Pemprov sudah semestinya belajar dari pengalaman masalalu, bukan hanya sekedar beropini tetapi minim aksi, sehingga korban pun berjatuhan.
Untungnya pemerintah pusat bersedia turun tangan untuk terlibat dalam menangani bencana musiman tersebut sehingga ada arah yang jelas bagaimana semestinya seluruh elemen masyarakat bertindak ketika dikepung oleh bencana banjir.