Oleh : Alfisyah Kumalasari
Sukmawati kembali menuai kontroversi. Kali ini, Sukmawati dianggap menistakan agama karena membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Ir. Soekarno. Kasus itu memicu reaksi sejumlah elemen masyakat yang berbuntut pelaporan Sukmawati ke Polisi. Seiring adanya pelaporan tersebut, masyarakat diharapkan dapat menahan emosi dan menghormati proses hukum yang berjalan. Jauh lebih penting, tokoh masyarakat juga diimbau untuk menghindari mengeluarkan pernyataan kontroversial.
Salah satu Putri dari sang Proklamator Ir Soekarno, Sukmawati dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan penistaan Agama. Laporan tersebut tercatat pada tanggal 15 November 2019.
Pasal yang disangkakan dalam laporan itu adalah Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama. Sukmawati disebut telah membuat pernyataan yang dinilai menghina saat ia menghadiri acara diskusi bertajuk “Bangkitkan Nasionalisme, Bersama Kita Tangkal Radikalisme dan Berantas Terorisme”.
Baca Juga
Acara tersebut mengundang Sukmawati sebagai pembicara dengan empat tokoh lainnya yang berasal dari BNPT, NU hingga Polri.
Dalam kasus tersebut, Sukmawati ditengarai telah membandingkan jasa Nabi Muhammad SAW dengan Ir Soekarno. Adapun acara tersebut diselenggarakan dalam memperingati Hari Pahlawan 10 November 2019.
Awalnya, Sukmawati bercerita tentang tragedi Perguruan Cikini (Percik) pada 30 November 1957 lalu. Peristiwa tersebut menjadi awal mula terjadinya terorisme di Indonesia.
Ia mengatakan, hingga saat ini kelompok radikal masih tetap eksis. Sebab, kelompok semacam itu kerap memberi cap kafir kepada orang-orang.
Sukmawati juga mengatakan. Yang berjuang di Abad 20 itu Nabi yang mulia Muhammad atau Insinyur Soekarno? Untuk kemerdekaan Indonesia.
Meski pernyataan Sukmawati menuai kontra dari berbagai pihak, ada juga pihak yang memberikan sedikit kesejukan.
Salah satunya datang dari Gus Mus, dalam postingannya di Instagram, Gus Mus tampak tidak menyalahkan pernyataan Sukmawati terkait besarnya jasa Soekarno dibandingkan Nabi Muhammad SAW.
Gus Mus hanya menuliskan perbedaan antara girah keagamaan dengan nafsu. Menurutnya, Perbedaan antara ghirah keagamaan dengan nafsu jelas.
Ghirah keagamaan diartikan mendorong seseorang untuk memperdalam agama dan keimanan. Sedangkan nafsu ditegaskannya hanya melahirkan fanatisme yang justru mengabulkan akal sehat.
Ghirah keagamaan atau Semangat keberagaman mendorong untuk terus memperdalam pemahaman agama dan memperkuat keimanan. Sementara nafsu hanya melahirkan fanatisme buta yang justru menjauhkan akal sehat yang diperlukan untuk beragama dengan baik.
Jemaahnya juga meminta agar Gus Mus dan Ulama di Seluruh Indonesia untuk dapat meredam gejolak tentang pernyataan yang kontroversial tersebut.
Sementara itu, Ustadz Yusuf Masnsyur juga turut angkat bicara mengenai polemik akan dugaan adanya penistaan agama yang dilakukan oleh Sukmawati tersebut.
Menurutnya, mungkin maksud bu sukma adalah bagaimana kemudian kita juga menghargai semua yang juga berjasa dibidang apapun di Indonesia maupun di dunia. Cuma Beliau offside dan terlampau jauh dengan memberi narasi question yang menyakiti umat Islam.
Ia berpendapat bahwa semestinya, sukmawati tidak membuat narasi perbandingan antara jasa nabi Muhammad SAW dengan Soekarno. Hal tersebut justru dapat menimbulkan salah persepsi dikalangan umat Muslim.
Oleh sebab itu, ia meminta agar semua pihak untuk berhati-hati dalam memberikan suatu pertanyaan di hadapan publik. Sebaliknya, ia juga meminta seluruh umat untuk tidak terpancing untuk marah.
Yusuf Mansyur juga mengatakan bahwa umat Islam tidak boleh cepet emosi. Jadi kita mesti melihat ini sebagai ruang memberi informasi, mengajar, berbaik sangka dan kemudian memberikan contoh dan juga pengetahuan tentang nabi kita.
Ia juga meminta agar semua pihak dapat senantiasa berhati-hato dalam memberikan suatu pernyataan ketika berada di hadapan publik.
Kasus tersebut juga ditanggapi oleh Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsudin. Ia menilai pernyataan Sukmawati tersebut keluar karena pemahaman yang minim terhadap agama Islam.
Ia menilai wajar apabila umat Islam bereaksi dengan melancarkan protes. Karena, Jika Nabi Muhammadi SAW diperbandingkan dengan Soekarno, tentu dinilai sangat tidak pantas dan tidak relevan.
Untuk itu, mantan ketua umum PP Muhammadiyah menghimbau kepada para pemuka agama, khususnya Islam untuk merangkul dan bertanggungjawab dalam memberikan pemahaman terhadap sukmawati.
Jika yang bersangkutan (sukmawati) tidak paham, maka sebenarnya para pemuka Agama Islam juga yang harus ikut merasa tanggungjawab untuk mengajarinya.
Ia jug menambahka bahwa kemuliaan suatu agama tidk akan berkurang hanya agama, ajaarn dan pembwa wahyuj dinistikan.
Oleh sebab itu, sudah semestinya kita menjaga emosi atas kasus ini, tidak lantas main hakim sendiri ataupun malah sampai melancarkan aksi kekerasan terhadap Sukmawati.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik