Oleh : Muhammad Akbar (Pengamat Sosial Politik)
Demonstrasi mahasiswa menolak sejumlah revisi Undang-Undang berlangsung di beberapa kota, tidak terkecuali di Yogyakarta dan Jakarta. Di Yogyakarta, ribuan orang turun ke jalan dan menyuarakan aspirasinya dengan tertib dan teratur tanpa mengurangi esensi tuntutannya. Bahkan, dalam sebuah video yang viral, mahasiswa ikut menyalami Aparat Keamanan yang bertugas. Kondisi ini kontras dengan demonstrasi anarkis mahasiswa di Jakarta yang hampir selalu merusak fasilitas umum dan bentrok dengan pihak keamanan.
Siapa yang tak mau aksi demo berjalan dengan tertib, aman dan damai? Tentunya semua ingin hal tersebut terjadi, bukan. Mengingat demo yang berujung anarkis tak hanya menimbulkan kerugian bagi masyarakat, juga pelaku demo itu sendiri. Banyak fakta menyatakan jika massa yang mengakhiri aksinya dengan tindakan anarkis juga membuat dirinya jadi korban. Bahkan, hingga kehilangan nyawa mereka. Sungguh disayangkan.
Berbeda demo versi Jakarta dengan Yogyakarta.
Baca Juga
Berita ini kian mencuat seiring beredarnya video aksi unjuk rasa di Yogya yang berjalan mulus, tak ada secuil-pun bentrokan, bahkan selesai mahasiswa dengan santun menyalami para Apkam (Aparat Keamanan). Juga, ada yang melakukan sungkem penuh hormat. Pun dengan wilayah Surabaya dan Jawa tengah juga disebut-sebut menjalankan aksi demo tanpa ricuh, tanpa rusuh, aman dan terkendali.
Berkenaan dengan hal ini dua petinggi kota tersebut menjadi sorotan. Yakni Tri Rismaharini selaku Walikota Surabaya, serta Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jateng.
Mereka mendapatkan banyak apresiasi juga pujian. Banyak yang melayangkan pertanyaan terkait mengoordinir aksi unjuk rasa yang berlangsung secara kondusif. Padahal suara yang mereka usung sebagai dasar penyampaian aspirasi ini tergolong sama, loh! Yakni prptes terhadap Penolakan RKUHP dan RUU KPK.
Video aksi mahasiswa di Yogya ini dinilai cukup kritis namun tidak ada unsur anarkis. Jangankan jatuhnya korban, secuil konflik-pun tak mereka lakukan. Aksi ini kian ramai ketika banyak yang me-reshare video di berbagai akun media sosial seperti Facebook.
Tampak dalam video tersebut massa juga menyampaikan terimakasih kepada para aparat keamanan karena berkat pengamanan tersebut, aspirasi massa tersalurkan dengan baik. Banyak komentar terkait demo kondusif di 3 kota tersebut, yakni Surabaya, Semarang dan Yogyakarta.
Hal menarik berkenaan dengan demo ini ialah pengaruh sang Gubernur kepada pihak massa pelaku demonya.
Di Surabaya misalnya, disebutkan jika pendemo takut merusak bahkan takut menginjak-injak taman kota karena sungkan, enggan akan kewibawaan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Di Semarang, kondisi demo juga dikabarkan aman terkendali, meski sempat merobohkan pagar gedung DPRD, namun Sang Gubernur turun ke jalan dan menemui massa, menenangkannya sehingga demonstrasi mampu berjalan damai kembali.
Jika dibandingkan dengan Jakarta, di wilayah Yogya ini dinilai cukup menginspirasi banyak orang. Alih-alih meluapkan aspirasi yang kuat dengan semangat jiwa muda, mereka justru berlaku tertib hukum namun tetap aspiratif.
Banyak pihak yang kemudian membandingkan aksi demo ini.
Penyampaian aspirasi dengan tuntutan yang sama, namun ending begitu berbeda. Ditilik dari segi psikologis, pentingnya memastikan tertibnya berdemonstrasi ini sangatlah krusial. Penanggung jawab harusnya lebih peka terhadap situasi. Jika kerusuhan terjadi pasca demo, ada baiknya tidak memaksakan demo hingga melewati terbenamnya matahari.
Karena segi waktu inilah yang berpotensi mengakibatkan kericuhan. Secara logika orasi dan kegiatan berjalan lancar full seharian. Namun menginjak petang, saat lelah melanda serta emosi begitu mudah tersulut maka bentrokan dengan aparat keamanan tak mungkin terhindarkan. Darisinilah demo Jakarta kebanyakan berakhir dengan kericuhan.
Di sisi lain, pentingnya koordinasi dengan kepolisian (aparat keamanan) juga dinilai sangat berperan. Mengingat demo Yogya mampu menjalin mutual respect antara pelaksana demo serta pihak Polda DIY. Bahkan, disebutkan anggota Polda ikut berbaur dengan para pendemo. Selesai berdemo massa bersalaman dengan para aparat, hal ini menunjukkan bahwa adanya timbal balik kepercayaan yang begitu kuat diantara keduanya.
Sementara di Jakarta, sebelum aksi demo berlangsung, telah ada narasi-narasi yang beredar di media sosial yang membuat posisi aparat keamanan ini sebagai “musuh”. Maka, yang terjadi bukanlah soal mencari substansi demo, namun yang ada malah adu ego yang mana berdampak kekerasan yang sangat disayangkan. Belum lagi kerusakan fasilitas publik yang ditimbulkan, pun dengan berapa banyak korban yang harus diberi perawatan akibat bentrokan.
Dari contoh-contoh diatas, hendaknya sebagai wilayah yang terkenal dengan Ibukota Indonesia ini belajar pada kawan-kawan di wilayah Yogya. Karena pelaksanaan demo, ketertiban, pengelolaan issue serta dampak ke masyarakat luas juga patut dipikirkan. Meski mereka bertindak sebagai pembawa aspirasi rakyat, namun tetap lebih baik mengendalikan ego untuk tujuan keamanan yang lebih kondusif. Mari tolak demo anarkis, mari wujudkan aksi yang lebih tertib dan dinamis.