Oleh : Lilis Paramita ( Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik )
Jelang Pilpres 2019, serangan hoax untuk paslon 01 masih tetap bergulir, mulai dari Jokowi Anti Islam, keluarga PKI dan berbagai hoax yang digoreng sejak Jokowi menjadi capres di tahun 2014 bersama Jusuf Kalla. Parahnya Jokowi juga disebut pula melakukan kriminalisasi ulama.
“Harus berani meluruskan, yang hak katakan hak, dan yang batil katakan batil. Jangan dibolak – balik,” tutur Jokowi saat menyarahkan sertifikat di Masjid Bani Umar.
Baca Juga
Wasekjen Banteng Muda Indonesia (BMI) Kota Tangerang Selatan, Itba Muhammad Mahyana mengatakan bahwa fitnah yang dialami Jokowi sebenarnya secara langsung menambah rasa simpati masyarakat luas atas segala kebijakan dan prestasinya dalam memimpin.
“Kita bisa saksikan sendiri, setiap kali mengunjungi suatu tempat, dimanapun itu, masyarakat antusias menyambut Pak Jokowi. Artinya masyarakat tahu, fitnah yang dituduhkan kepada beliau tak benar. Justru yang muncul saat ini, rasa simpati rakyat kepada beliau kian menguat,” tutur Itba.
Pihaknya juga mengatakan bahwa Presiden Jokowi sudah biasa dihina sejak dahulu. Siapapun tentu tak memiliki kesempurnaan. Setiap pemimpin, selain membuat berbagai prestasi, tentu juga mempunyai kelemahan. Namun ia meyakini masyarakat saat ini telah sadar dalam memilih Capresnya berdasarkan rekam jejak.
Salah satu prestasi Presiden Jokowi adalah dirinya tak pernah kalah dalam kontestasi politik. Mulai dari Walikota, Gubernur hingga Presiden. “Rakyat pasti melihat bagaimana Jokowi pernah jadi wali kota, gubernur dan presiden,” ulasnya.
Bahkan dirinya pun membandingkan antara kepemimpinan Jokowi dengan rivalnya dalam Pilpres 2019, Prabowo disebutnya belum pernah menang dalam kontestasi politik kecuali memenangkan kursi Ketua Umum Partai Gerindra. Itba juga menduga, bahwa para pendukung Prabowo masih sulit menerima kenyataan bahwa Jokowi tetap unggul. Dari seluruh survei yang ada kini jarak elektabilitas antara Jokowi dengan Prabowo mencapai hingga sekira 20 persen.
Survei terbaru dari Charta Politika menunjukkan bahwa calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Jokowi – Ma’ruf Amin masih lebih unggul dibandingkan dengan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo – Sandiaga. Dimana Jokowi mendapatkan torehan 53,6 persen dukungan responden. Sementara Prabowo – Sandi mendapatkan 35,4 persen.
Bahkan di Jawa Tengah – DIY, Jokowi – Ma’ruf mampu mendapatkan dukungan responden sebanyak 68,1 persen, sedangkan Prabowo – Sandiaga mendapatkan dukungan responden sebanyak 18,4 persen.
Ia juga tegas mengatakan bahwa publik saat ini menginginkan figur pemimpin yang merakyat, tegas, peduli dan memiliki rekam jejak bagus. Dia menilai, apa yang ditunjukkan oleh Jokowi telah memenuhi keinginan rakyat itu.
Dalam penumpasan praktik KKN, Jokowi juga telah melakukan sejumlah gebrakan terhadap pemberantasan korupsi. Sejak awal menjabat Kepala Negara, Jokowi menunjukkan dukungannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terus digoyang terutama oleh politisi. Salah satu komitmen Jokowi dalam menumpas Korupsi adalah dengan dibetuknya satuan tugas sapu bersih pungutan liar (Satgas Saber Pungli). Jokowi juga tak membiarkan anak – anaknya masuk ke pemerintahan. Dua putranya kini berbisnis pisang goreng dan martabak layaknya pengusaha muda biasa.
Jokowi juga mendukung KPK untuk menjadi institusi yang menakutkan bagi para koruptor melalui gebrakan – gebrakan KPK. Dirinya berdiri di pihak KPK dan masyarakat untuk memperjuangkan KPK yang sering dilemahkan melalui berbagai macam cara. Hal ini senada dengan baju putih yang sering dipakainya, warna putih yang sering dipakai Jokowi merupakan cara untuk menunjukkan simbol bahwa dirinya adalah pemimpin yang bersih dari Korupsi dan kejahatan HAM.
Jokowi pernah berpidato bahwa dirinya bersama Cawapresnya bukanlah seorang pelanggar HAM. Dirinya mempercayai hal tersebut karena tidak pernah memiliki rekam jejak yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM. Hal ini tentu berbeda dengan sosok penantang Prabowo Subianto yang pernah diberhentikan dari karir militernya oleh panglima ABRI ketika menjabat sebagai Pangkostrad, terkait kasus hilangnya aktivis 1998.
Fitnah mungkin santer terdengar, cacian yang dilontarkan kepada Jokowi mungkin semakin menambah kebisingan di dunia maya, namun nyatanya data dan rekam jejak digital sangatlah sulit untuk dibohongi. Dengan berbagai track record yang ada, tentu wajar apabila masyarakat cenderung memberikan suaranya pada Jokowi – Ma’ruf Amin.