Oleh: Dini Kusna (Netizen Brebes)
Bantuan sosial yang digelontorkan oleh pemerintah selama ini tak ada masalahnya sama sekali. Kedua pihak yang diberi merasa senang dan kepentingan terpenuhi. Program pemerintah terselesaikan dan perut masyarakat pun ikut kenyang, semua senang. Skenario tersebut berjalan lama sampai keegoisan tingkat tinggi dari Jokowi menyerang. Bansos tak lagi fokusnya untuk kepentingan penerima, namun membantu kampanye pemberi.
Tak heran sekarang Jokowi telah makin terang-terangan membela paslon nomor dua. Ia sudah banyak ‘ketahuan’ dan tidak ada jalan untuk pulang ke jalan yang benar. Jadi untuk apa terus mengikuti hukum? Lebih baik melanjutkan keberpihakan dan tetap menjadi presiden yang tak kenal keadilan. Bau keberpihakan sebenarnya sudah tercium oleh masyarakat, namun karena kedudukannya yang sangat tinggi, rakyat bak di-dzolimi dan tak dapat berbuat apa-apa.
Baca Juga
Sebagai ‘bahan’ kampanye, bantuan sosial dicurahkan kembali secara besar-besaran. Atas nama pemerintahan, rakyat diminta untuk tutup mulut dan ambil bansosnya tanpa tahu kepentingan di baliknya. Padahal, mereka semua yang menerima tahu bahwa bansos tersebut didasarkan kepada adanya kepentingan kampaye pasangan calon tertentu. Bagaimana tidak, tren bansos memasuki pemilu kian melonjak naik drastis.
Saat ditanya, Jokowi tak mengakui bahwa ada kepentingan kampanye di balik pembagian bansos yang masif menjelang pemilu ini. Alasannya adalah untuk menekan inflas harga pangan dan mencegah lonjakan harga pangan. Namun apa yang terjadi sebenarnya? Saking masifnya pembagian bansos tersebut, stok bahan pangan menjadi menipis dan harganya pun naik drastis. Gula, minyak menjadi langka dan yang paling parah, beras bulog dan premium sangat susah didapatkan sekarang. Hal ini tentu berlawanan dengan apa yang Jokowi katakan. Karena kita semua tahu bahwa perkataan Jokowi selalu tak sesuai dengan perbuatannya.
Kenaikan harga yang berarti kelangkaan stok beras bulog dan premium sudah terjadi sejak November 2023, tepat setelah terjadinya gemuruh politik Indonesia yang disebabkan oleh naiknya Gibran sebagai calon wakil presiden menerobos MK dan juga tepat saat perhelatan kampanye dimulai. Mulai dari tanggal diadakannya kampanye, rakyat ternyata sudah menderita akibat naiknya harga beras ini. Lantas, apalagi faktornya kalau bukan karena projek mega-bansos yang dilakukan Jokowi untuk memastikan stok beras di Indonesia cukup untuk anaknya.
Jokowi biarkan rakyat yang tidak terkena projek mega-bansos ini kelaparan dan sengsara karena bahan makanan pokoknya direbut. Melihat berita ini, bukannya merasa bersalah dan mengakui bahwa bansos adalah penyebab semua ini, Jokowi seperti biasa hanya bisa menyuruh-nyuruh bawahannya untuk terjun langsung ke pasar guna menyelesaikan permasalahan ini. Kita tahu bahwa hanya terjun ke pasar tidak dapat menambah stok beras, stok dan harga beras hanya bisa balance jika pemasukan dan pengeluaran beras juga balance.
Panik, bawahan Jokowi yang juga memang terafiliasi dengan pasangan calon tertentu pun angkat bicara. Erick Thohir Menteri BUMN dan Bayu Krisnamurthi kepala BULOG menjelaskan bahwa kelangkaan beras disebabkan iklim yang tidak tentu. Lantas rakyat bertanya-tanya, iklim yang tidak tentu ataukah permintaan Jokowi untuk bansos yang tidak tentu?
Masyarakat yang tahu kenaikan harga beras ini didasarkan kepada kepentingan politik hanya bisa memohon untuk menurunkan kembali harga beras agar dapat kembali seperti sedia kala. Mereka juga berharap tidak ada kepentingan kampanye yang merugikan masyarakat, kampanye itu seharusnya dilakukan secara bersih dan putih, bukan secara kotor dan hitam.