Oleh : Murtado Alimansyah (Blogger, Mahasiswa Budi Luhur Jakarta)
Sejarah akan mencatat bahwa negeri dengan lebih dari 200 juta penduduk yang ramah ini memiliki dua kepala Negara/Presiden dalam satu masa. Yang satu Presiden Kertanegara, yang satu lagi Presiden Petahana
Kenapa Presiden Kertanegara? Ya karena rumah Calon Presiden, yang mendeklarasikan dirinya “presiden dari seluruh rakyat Indonesia” (PSRI), lokasinya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Prabowo Subianto dalam deklarasinya sehari setelah coblosan, pada Kamis (18/April/2019) menyatakan dirinya memenangi Pilpres dengan perolehan suara 62 persen.
Baca Juga
Prabowo juga menyatakan diri bahwa dia dan Sandiaga Salahudin Uno adalah presiden dan wakil presiden dari seluruh rakyat Indonesia
Presiden Petahana? Presiden Republik Indonesia yang mengajukan diri sebagai Calon Presiden Republik dalam sebuah ajang Pilpres.
Secara de facto, masih Presiden sampai pelantikan Presiden baru Oktober 2019 nanti. Tetapi secara konstitusional, dia adalah Presiden Petahana karena maju sebagai Capres untuk periode kedua pemerintahannya.
Praktis, sejak 18 April 2019 petang sehari setelah Pilpres, Indonesia memiliki dua presiden. Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kala yang resmi dipilih rakyat pada Pilpres 2014, dan presiden yang menyatakan dirinya presiden dan wakil presiden yakni Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno di halaman rumahnya di Kertanegara karena tidak sabar menunggu hasil penghitungan resmi KPU dan tidak percaya dengan penyelenggara KPU karena kalah pada hitung cepat.
Ini isi lengkap deklarasinya.
“Pada hari ini saya Prabowo Subianto menyatakan bahwa saya dan Saudara Sandiaga Salahudin Uno mendeklarasikan kemenangan sebagai Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019-2024 berdasarkan perhitungan lebih dari 62 persen dan C1 yang telah kami rekapitulasi,” kata Prabowo membaca teks deklarasi yang kertasnya terlihat sempat terlipat, di hadapan ratusan pendukungnya yang menyemut di jalanan depan rumahnya di depan rumahnya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Kamis (18/4).
Sandiaga Uno, yang dinyatakan sebagai Cawapres, sore itu mukanya kelihatan kusut, seperti ditekuk. Digosipkan, ada perdebatan dengan sang presiden sebelum acara deklarasi.
Juga berjajar di latar belakang Prabowo, segenap pendukung lainnya, sejumlah ulama, ketua tim pemenangan yang mantan Kastaf TNI AD, Djoko Santoso dan tim sukses lainnya. Tidak nampak pemimpin parlemen pendukungnya, Fadli Zon.
Tentu saja, deklarasi kemenangannya ini disiarkan langsung berbagai televisi ke seluruh penjuru Tanah Air. Disaksikan puluhan juta warga negara Indonesia lainnya, tentunya. Di laman YouTube, tayangan deklarasi Prabowo ini diklik jutaan pemirsa dunia maya.
“Kemenangan ini kami deklarasikan secara lebih cepat karena kami punya bukti-bukti bahwa telah terjadi usaha-usaha dengan berbagai ragam kecurangan yang terus terjadi di berbagai desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten dan kota seluruh Indonesia,” ucap Prabowo Subianto yang sore itu mengenakan baju lengan pendek dengan model pakai dek di pundak berwarna krem coklat, berpeci hitam.
Kecurangan? Ya, bahkan sebelum gelaran kampanye sejak Oktober pun, tema kecurangan sudah didengungkan pihak Capres 02 Prabowo Subianto dan pengikutnya, sudah membahana lewat berbagai kemasan narasi dan publikasi, mulai dari medsos dan media abal-abal.
Dari kertas suara yang konon sudah tercoblos dalam tujuh kontainer dari Cina (ternyata hoaks), sampai ceceran ribuan kartu tanda penduduk (KTP) yang diduga akan dipakai para pemilih bayangan (ternyata masih ada ratusan ribu KTP lain dari berbagai daerah, ternyata memang KTP yang sudah tidak dipakai dan seharusnya dimusnahkan). Dugaan penggelembungan DPT (daftar pemilih tetap), yang lantang, tetapi tidak disertai bukti kuat.
Sampai kalimat di atas, tentang kecurangan, pembacaan deklarasi di Jalan Kertanegara kemudian diulang karena berisiknya publik, dan kurang sempurnanya sistem suara yang menyiarkan deklarasi. Publik kemudian diajak bersyukur, tetapi tanpa sikap berlebihan atas “kemenangan” Prabowo, yang mengaku terpilih, akan dan sudah menjadi presiden seluruh rakyat Indonesia.
“Pada seluruh pendukung pasangan 02 Prabowo-Sandi yang berasal dari berbagai kalangan dari partai-partai koalisi Indonesia Adil Makmur, para ulama, para relawan, tokoh-tokoh agama lainnya dari semua agama, para pemuda pemudi milenial, seluruh emak-emak dan bapak-bapak yang militan dimana pun berada.
Kami ajak bersyukur kepada Tuhan yang maha esa, rasa syukur yang sedalam-dalamnya dan setinggi-tingginya.
Kami yakin hanya dengan rahmat, hidayah dan barokahnya lah, perjuangan panjang kita semua untuk memenangkan tujuan politik telah berhasil dengan dukungan rakyat. Kami mohon janganlah kemenangan yang kita peroleh dengan izin Tuhan yang maha kuasa menjadikan kita bersikap jumawa dan sikap lain yang berlebihan…,” kata Prabowo, membaca teks.
Deklarasi Prabowo di atas tentu saja bukan ucapan spontan, akan tetapi deklarasi terkonsep yang disusun sebelum dibacakan. Terbukti, Prabowo yang biasa tampil berapi-api tanpa teks, lantang, garang, menggebrak hati publik, spontan, kali itu membaca teks. Beberapa kata kurang jelas terucap, selain terganggu sistem suara, juga ditimpa sorak sorai pendukungnya.
“Inilah saat yang tepat bagi kita semua anak bangsa untuk segera saling mempererat persaudaraan kita,” ucap Prabowo, masih membaca teks deklarasi, “Seperti dikatakan oleh Pak Jokowi, agar rante yang putus segera disambung kembali. Sudah tentu saya dan sdr Sandiaga Uno akan tetap bersahabat dengan Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf Amin dan semua dalam jajaran 01, semuanya adalah saudara-saudara kita.
Kami akan jadi Presiden dan Wakil Presiden untuk seluruh rakyat Indonesia Demi kejayaan dan kelestarian seluruh bangsa Indonesia dan NKRI kita yang kita cintai, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 45…,” kata Prabowo.
“Terakhir, marilah kita bahu membahu apapun partai kita, apapun agama kita, apapun suku kita, apapun kelompok etnis dan ras kita, perbedaan latar belakang kultural kita, agar kita segera bangkit membangun bangsa dan negara kita bersama-sama, dengan pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup kita.
Insya allah, kami akan bangun sebuah pemerintahan yang terdiri dari the best and the rightest angkatan muda kita, anak-anak muda kita yang paling cerdas dan cemerlang serta berakhlak mulia, agar kita semua dapat mempercepat pembangunan bangsa,” kata Prabowo dalam teks deklarasinya, “Perlu kewaspadaan agar Indonesia menjadi negara yang berdaulat penuh, sejahtera, adil dan makmur, dihormati dan disegani dalam pergaulan internasional…,” kata Prabowo.
Saya mohon izin sebagai muslim untuk mengumandangkan takbir tiga kali. Allahuakbar! Allahuakbar! Allahuakbar!” teriak Prabowo menutup deklarasi seraya mengepalkan tangannya ke udara. Disambut takbir oleh para pendukungnya.
Teks di atas, adalah teks deklarasi yang resmi dibacakan di depan publik pendukungnya di Jalan Kertanegara. Maka, jika memang ia kini mengklaim diri presiden, maka sejak Kamis petang itu, Prabowo Subianto adalah Presiden Kertanegara bersama Wakil Presiden Kertanegara, Sandiaga Salahudin Uno. Indonesia punya dua presiden dah…
Lima hari setelah deklarasi kemenangan dan kepresidenan, Selasa (23/4) rumah Kertanegara penjagaannya diperketat.
Mesin detektor hingga parkir khusus tamu pengunjung rumah Kertanegara, serta garis pembatas pun dipasang. Sejumlah petugas pengamanan yang melekat pada capres, juga tampak berjaga di kediaman Prabowo. (Detikcom, 23/4/2019).
Apa dasarnya menyatakan diri menang dan mengklaim diri presiden dari seluruh rakyat Indonesia?
Menurut deklarasi, berdasarkan hitungan formulir C1 timnya yang mencapai 62 persen suara. (Artinya, Jokowi hanya 38 persen). Berhari-hari, selalu tak jelas, apa dasar penghitungannya hingga mencapai 62 persen bahkan kata Djoko Santoso, bisa 80 persen kalau tidak dicurangi?
Sepuluh Lembaga Survei sudah membuka data pada publik, apa dasar hitungan cepat mereka (Quick Count) menyatakan suara terbanyak rakyat memilih Joko Widodo (kisaran 53-56 persen) dan Prabowo (kisaran 44-47 persen). Namun BPN Prabowo tetap menolak membuka apa dasar hitungan yang menyatakan Prabowo menang dengan kisaran suara 62 persen.
“Kerap diretas, diserang terus dari dalam dan luar negeri, maka tempat Real Count BPN berpindah-pindah. Kita tidak membiarkan penghitungan terganggu,” ungkap Fadli Zon. (Tribunnews, 24 April 2019).
Satu-satunya penghitungan yang mengunjuk angka 62,2 persen suara untuk Prabowo-Sandiaga Uno hanyalah dari Lembaga Afiliasi Pengetahuan Ilmu dan Teknologi, Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (Lapitek UKRI).
UKRI adalah universitas yang didanai di antaranya oleh Prabowo Subianto.
Direktur Lapitek UKRI, Rohmanizar Setiadi mengakui, bahwa penghitungan 62,20 persen untuk Prabowo itu didasarkan pada formulir C1 plano dari berbagai daerah, dengan prioritas sampel Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten serta wilayah Sumatera, berasal dari total 8.000 TPS (tempat pemungutan suara). Padahal, total seluruh TPS di Indonesia untuk Pilpres 2019 kali ini ada 813.350 TPS. Penghitungan yang disodorkan UKRI itu baru sekiar 1 persen seluruh total suara.
“Kami prioritaskan Jawa Barat. Dari awal kami survei, sudah ditentukan titik.
Kami mulai survei elektabilitas survei exit poll kami mulai Jabar, Banten, DKI. Jawa Tengah, dan Jawa Timur terakhir…,” kata Rohmanizar Setiadi, sembari menekankan penentuan sampel TPS itu menggunakan metode acak. (BeritaSatuDotcom).
Menurut survei terakhir Lapitek UKRI, memperlihatkan Prabowo-Sandi unggul dengan perolehan 62,20 persen atas Jokowi-Ma’ruf Amin yang hanya 35,90 persen. Suara tidak sah 1,9 persen, dan margin of error 2,46 persen, tingkat kepercayaan 95 persen.
(Tentunya, masih sebatas Jabar, Banten, DKI, Jawa Tengah dan Jawa Timur, raihan suara Prabowo-Sandi yang 62,20 dan Jokowi-Ma’ruf Amin yang 35,90 persen). Nah…..
Sampai kapan negeri ini memiliki dua presiden? Semoga cukup sampai pengumuman hasil resmi Pilpres 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum pada 22 Mei mendatang saja. Hentikan main-mainan jadi presiden, kami rakyat Indonesia masih punya akal sehat, kami ingin Indonesia Maju pasca Pemilu, kami ingin Indonesia damai.
Jangan terlalu lama. Rakyat sudah capek dengan prilaku elit yang hanya haus kekuasaan, dengan membodoh-bodohin rakyat dengan berbagai penebaran rasa ketakutan dan berita berita bohong alias hoax. . Ditambah lagi, deklarasi Presiden
Kertanegara yang entah sampai kapan masa jabatannya berakhir. Atau malah berlanjut sampai People Power? Hanya mereka yang tahu. Untuk itu masyarakat jangan mau diprovokasi dengan ajakan-ajakan yang inkonstiotusional. Jangan pertaruhkan iklim demokrasi yang sudah berjalan baik selama ini. Waspadai para pihak-pihak yang ingin melihat Indonesia terpecah belah. Jangan mudah tertipu dengan kemasan-kemasan apapun. Mari Tolak Provokasi Delegitimasi Pemilu Yang Memecah Belah Bangsa. Saatnya kita rajut persatuan demi kemajuan bangsa.