Oleh : Rinda Harahap (Pengamat Masalah Sosial Politik)
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor 02 Prabowo – Sandiaga telah merampungkan kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Acara yang berlangsung pada 7 April 2019 tersebut berhasil mendatangkan jutaan simpatisan maupun pendukung Prabowo – Sandiaga, acara inipun berjalan dengan lancar sampai penghujung acara.
Tak disangka, di balik gegap gempita pelaksanaan kampanye akbar tersebut, Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat memprotes kampanye akbar yang dihadiri oleh seluruh parpol mitra koalisi Prabowo – Sandi, karena acara tersebut disinyalir tidak mencerminkan kebhinekaan. SBY mengirimkan surat terbuka yang beredar di kalangan awak media. Namun sejatinya ditujukan untuk Ketua Wanhor Partai Demokrat Amir Syamsudin, Waketum Demokrat Syarief Hassan dan Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan.
Baca Juga
SBY meminta agar kadernya tersebut memberikan masukan kepada Prabowo Subianto untuk melaksanakan kampanye yang lebih mengedepankan kebhinekaan atau inclusiveness. Hal itu dibutuhkan demi mencegah demonstrasi identitas yang berbasiskan agama, etnis dan kedaerahan.
“Pemilihan Presiden yang segera akan dilakukan ini adalah untuk memillih pemimpin bangsa, pemimpin rakyat, pemimpin kita semua. Karenanya, sejak awal “set up”nya harus benar. Mindset kita haruslah tetap “semua untuk semua” atau all for all,” tuturnya.
Dirinya juga mengatakan, calon pemimpin harus memiliki cara berpikir dan tekad menjadi pemimpin bagi semua. Atas dasar itu, kalau terpilih maka akan menjadi pemimpin teladan yang kokoh dan berhasil.
Dalam surat yang ditulis itu, SBY meminta pengurus Demokrat menyampaikan masukan kepada Prabowo yang intinya kampanye akbar harusnya lebih inklusi dan menghindari politik indentitas.
Telah dikonfirmasi dari Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinan Hutahaen mengatakan bahwa SBY meminta agar acara kampanye GBK dibuat berbhineka tunggal ika, dan tidak hanya milik satu kelompok saja. Apalagi, kalau sampai diidentikkan dengan khilafah.
Dalam suratnya SBY mengakatan bahwa Partai Demokrat merupakan Partai Nasionalis – Relijius. Bagi kita Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah harga mati. Tidak boleh NKRI menjadi negara agama ataupun negara komunis. Tentunya kampanye haruslah mencerminkan ‘Unity in Diversity’, untuk mencegah unjuk kekuatan berbasis agama, etnis, hingga polarisasi politik yang ekstrem.
Dalam surat tersebut SBY juga berterus terang tidak suka apabila rakyat Indonesia harus dibelah sebagai pro Pancasila dan pro Khilafah. Dirinya justru merasa khawatir apabila dalam kampanye akbar tersebut dibangun polarisasi seperti itu, nantinya Bangsa Indonesia akan terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya.
Juru Bicara TKN Jokowi – Ma’ruf Amin, Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa kekhawatiran Ketua Umum Partai Demokrat, terkait konsep terbuka Prabowo – Sandiaga yang ekslusif, menjadi kenyataan.
“Apa yang diingatkan oleh Pak SBY bahwa kampanye 02 ekslusif dan tidak lazim memang menjadi kenyataan hari ini di GBK,” Tutu Ace.
Ace Hasan juga menilai bahwa terlihat dengan jelas kubu 02 ingin menonjolkan penggunaan politik identitas dengan memobilisasi sentimen pendukung. Ace menilai kubu 02 jalan terus dan sama sekali bergeming dengan kritik SBY. Nuansa politik identitas justru semakin kuat karena kubu 02 hanya menjadikan kehadiran representasi agama lain.
Dalam surat yang ditulis SBY, dirinya juga menuliskan “daripada rakyat dibakar sikap dan emosinya untuk saling membenci dan memusuhi saudara – saudaranya yang berbeda dalam pilihan politik, apalagi secara ekstrem, lebih baik diberi tahu, apa yang akan dilakukan Jokowi – Prabowo dalam 5 tahun mendatang.
Pada awal pesannya, SBY mengaku mendapat informasi yang mengandung kebenaran mengenai kampanye akbar Prabowo – Sandiaga di GBK. Informasi tersebut juga SBY akui dari pihak lingkaran dalam Prabowo. SBY juga menuliskan, “Tinggalkan dan bebaskan negeri ini dari benturan identitas dan ideologi yang kelewat keras dan juga membahayakan.”
Benturan jelang pilpres semestinya bisa diredam mulai dari diri sendiri, yaitu dengan menumbuhkan perasaan saling menghormati apabila terdapat perbedaan pendapat. Jangan sampai dengan adanya perbedaan, maka demokrasi dan persatuan akan rusak dan perlu servis kembali.