Kominfo RI melaksanakan webinar ngobrol bareng legislator bertemakan “Literasi Digital dan Tantangan Pemuda Di Era Society 5.0” yang diisi Dr. Ir. H. A. Helmy Faisal Zaini selaku Anggota Komisi I DPR-RI, Suaeb Quri, SHI., MH selaku Komisi Informasi NTB, Rizki Ameliah selaku Koordinatro Literasi Digital, Ditjen Aptika Kominfo, yang mana dalam webinar ngobrol bareng legislator tersebut Dr. Ir. H. A. Helmy Faisal Zaini menyampaikan bahwa “zaman sudah berubah, zaman telah bergerak dari satu peran, ke peran yang lain, ada satu teori menyebutkan bahwa mereka yang paling bisa bertahan lama itu adalah mereka yang pandai beradaptasi dengan perubahan, kalau tidak bisa mengikuti perkembangan, tidak update, tidak melakukan proses aktualisasi diri dengan perkembangan zaman maka akan ketinggalan.”
Hari ini menyongsong era yang disebut dengan lahirnya revolusi 4.0, saya sering menyebut bahwa era transformasi digital ini adalah sesuatu yang bersifat taken for granted sesuatu yang bersifat imperatif, bukan lagi sesuatu yang bersifat choice, jadi kalau misalnya menganggap tidak penting era digital.
Sementara di seluruh hampir sektor kehidupan ini sudah terjadi digitalisasi, sudah terjadi migrasi dari apa yang disebut dengan ruang serba fisik ataupun fiscalspace, sekarang bergerak menuju ruang baru yaitu cyberspace ruang serba digital, dalam bidang ekonomi yang paling sederhana, saya pernah ketemu dengan kawan saya di perbankan saya tanya, berapa sih sebetulnya migrasi perpindahan dari transaksi konvensional, orang mau transfer ke bank itu dengan datang langsung ke bank, lalu berpindah melalui transaksi online, lalu mereka menyampaikan sudah 90% lebih transaksi ini sudah menggunakan online, artinya nasabah sudah tidak lagi datang ke bank, mereka juga harus melakukan penyesuaian, bisa-bisa sumber daya manusia yang ada bisa menganggur, itu harus mulai dipertimbangkan untuk optimalisasi peran-peran dari para staff menangkap berbagai macam perkembangan zaman.
Suatu hari saya pernah diskusi dengan salah satu Direktur di Pegadaian BUMN, yang saya lihat juga mindsetnya sudah melakukan sebuah transformasi digital yang luar biasa, dengan mengatakan pelanggan utama Pegadaian itu kebanyakan emak-emak, kalau dulu emak-emak itu pasti mereka punya simpanan kalung emas, gelang emas, kalau sekarang anak milenial kalung atau gelangnya bukan lagi emas tapi gadget, habitnya sudah bukan mengoleksi emas. Akhirnya mereka buat transformasi, membuat satu platform digital.
Jadi Pegadaian digital itu mereka juga membuat slot-slot emas dalam bentuk digital dan saya melihat jumlah downloader dan user-nya sudah banyak sekali, bayangkan kalau perusahaan sebesar Pegadaian itu yang sudah punya sejarah panjang, mereka tidak punya lompatan transformasi digital, sementara generasi baby boomers itu sudah tidak lagi menggunakan gadget dan jumlah nasabah ini sekarang lebih banyak generasi milenial.
Akan ada salah satu survei yang memprediksi di tahun 2025 penduduk Indonesia ini 70% akan dihuni oleh generasi milenial dalam bonus demografi, dimana usia produktif akan lebih banyak dan pada saat itu seluruh stakeholder baik itu negara, swasta, civil society, ormas harus punya kesiapan-kesiapan di dalam menyambut menyongsong datangnya era yang tentu akan sangat berbahaya itu.
Dalam kesempatan yang sama Suaeb Quri, SHI., MH selaku Komisi Informasi NTB menyampaikan bahwa sudah tidak ada jarak, tidak ada batas pakan generasi muda, ini lebih banyak ruangnya daripada generasi old ini, daripada generasi tua, peluang-peluang generasi muda bukan saja memaksimalkan fungsi di media sosial tetapi fungsi di ruang-ruang apa saja bisa sebenarnya, banyak cerita-cerita sukses story orang-orang hebat di Indonesia ini yang telah mengharumkan bangsa, orang-orang hebat itu harus menjadi bagian dari cerita hidup anak muda sekarang, bahwa mengambil spirit dari orang sukses di dunia apa saja termasuk sukses dalam mengelola dunia digital, ini adalah salah satu hal yang positif harus diambil semuanya.
Hari ini generasi muda harus lebih banyak memaksimalkan, memanfaatkan seluruh kapasitas kemampuannya untuk memanfaatkan potensi, mau bisnis di dunia digital ini gampang kan atau mau jadi penulis yang hebat, atau mau jadi Youtuber, semua bisa tercipta di era ini, sudah ada platformnya masing-masing dan kesempatan itu bisa diambil.
Nanti juga bicara tentang peluang, tantangan dan kelemahan era digital hari ini dan kedepannya era manusia sudah tidak ada batas lagi, atau manusia memaksimalkan potensinya untuk menguasai dunia digital ini era Society 5.0, semua sudah tidak ada batasanya, semua orang bisa berekreasi, hari ini saja sudah luar biasa apalagi 5 tahun atau 10 tahun ke depan, ini mungkin menjadi suatu modal bagi generasi milenial untuk memaksimalkan ruang-ruang itu, dalam penggunaan sosial media di Nusa Tenggara Barat ini ada 5,4 juta masyarakat NTB, lalu 2,7 juta pengguna sosial media seperti Youtube, Facebook dan Instagram. Berarti setengah dari penduduk di NTB ini saya bisa clusterkan, itu adik-adik yang SMP, SMA, Mahasiswa itu 50% dan 50% pengguna media sosial, sisanya itu cluster tua-muda, ibu, bapak atau pengusaha, nah ini semua mengambil ruang dari 2,7 juta penduduk NTB yang menggunakan media sosial.
Dalam literasi digital yaitu kecakapan dalam bermedia sosial itu tutur kata harus baik, bijak dan memiliki etika dalam bertutur di media sosial, memberikan informasi yang baik dan benar, jika mendapatkan informasi harus di cek kebenarannya jangan langsung di share, bijak sana dalam penggunaan semua sosial media, lalu menggunakan akal sehat untuk menelaah sebuah informasi di media sosial dan bertanggung jawab. Dalam literasi digital itu harus kritis, kreatif dan inovatif, komunikasi efekti dan sekarang ini jamannya kolaborasi.
Anak muda pada era Society 5.0 menciptakan masyarakat yang berpusat pada manusia dan berbasis teknologi.
Tantangannya saat ini yaitu lemahnya literasi digital yang positif, maraknya hoax atau kabar bohong, potensi anak milenial kurang maksimal diberdayakan. Banyak sekali peluang seperti ruang belajar berbagi dan berkreatifitas, bisa melakukan bisnis dan usaha kreatif yang utama branding diri dan kerja-kerja positif lainnya.
Rizki Ameliah selaku Koordinatro Literasi Digital, Ditjen Aptika Kominfo juga menyampaikan bahwa bagaimana sih bermedia sosial, kemudian perkembangan-perkembangan teknoligi digital di tahun-tahun ini, kalau dari sisi Kominfo Akan menjelaskan mengenai bagaimana etika bermedia sosial khususnya untuk generasi-generasi muda agar mereka dapat anti hoax, namun saya ingin memutarkan satu video peluncuran oleh Pak Jokowi sebagai yang menandai kegiatan literasi digital nasional ini telah berjalan, salah satunya melalui kegiatan seperti ini.
Pagi hari ini saya akan membawakan mengenai etis bermedia sosial untuk generasi anti hoax, jadi kenapa video tersebut saya putar di paling awal, itu menandakan bahwa kegiatan-kegiatan literasi digital di Indonesia sudah dimulai, sebenarnya sudah dimulai tahun-tahun sebelumnya.
Tetapi dari Presiden sendiri meluncurkan kegiatan-kegiatan literasi digital tersebut di bulan Mei tanggal 20 yang lalu. Video selanjutnya adalah film yang di buat anak-anak indonesia dengan judul “Jejak (Traces)”, kenapa video tersebut saya putarkan di awal, karena sebagai penanda bahwa jejak digital itu kejam, bahwa apa yang di posting di semua sosial media kita itu pasti akan abadi, jadi entah ada yang akan screenshot postingan-postingan kita ataupun instastory kita dan disebarluaskan, itu menjadi salah satu pertanda bahwa sebaiknya berhati-hati lagi dalam memposting suatu hal yang sifatnya lebih pribadi, ini beberapa contoh kasus di Indonesia mengenai postingan-postingan yang sifatnya berbau SARA, berbau data pribadi dan yang dampaknya menjadi ke diri sendiri, oleh karena itu jejak digital itu kejam dan sebaiknya berhati-hati dalam memposting sesuatu.
Dalam survei Digital Civility Index DCI untuk mengukur tingkat kesopanan digital global, ini survei dari teman-teman Microsoft bahwa ternyata Indonesia menduduki peringkat paling bawah di kawasan Asia Tenggara, jadi dari total 32 negara yang disurvei, ternyata Indonesia itu menduduki peringkat di 3 paling bawah yaitu di peringkat nomor 29, jadi ternyata tingkat kesopanan warga Indonesia itu terburuk se-Asia Tenggara karena apa, terkadang kita komen tanpa memikirkan hal itu baik atau tidak, jadi julid di mana saja dan kapan saja itu menjadi tagline warga negara Indonesia.
Apa itu Netiket yaitu Network Etiquette, jadi dari buku modul literasi digital etis bermedia sosial yaitu Netiket disebutkan adalah sebuah tata krama dalam menggunakan internet, kenapa kita harus bernetiket.
Karena semua manusia bukan cuman di dunia nyata tetapi kita di dunia maya pun juga harus memiliki aturan, jadi mau di dunia nyata, di dunia maya semua pasti punya aturan, kemudian pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya dan juga adat istiadat, jadi tidak serta merta apa yang di sampaikan diterima sesuai dengan apa yang kita maksud, karena kita beda bahasa, beda budaya dan juga pada adat istiadat tidak semuanya komen-komen ataupun postingan yang kita posting tersebut sama persepsinya dengan orang lain, bahkan ketika memberikan apresiasi pun juga belum tentu sama, karena pengguna internet itu berasal dari berbagai macam.
Prinsip etis bermedia digital ada empat point yaitu yang pertama kesadaran, integritas, bertanggung jawab dan berbuat baik, sebenarnya bukan cuma di dunia digital saja karena ada di dunia nyata pun harus memiliki poin-poin ini ketika berinteraksi ataupun berpartisipasi dan juga berkolaborasi dengan orang-orang di sekitar, empat point ini harus di terapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Tahun 2020 Kementian Komunikasi dan Informatika beserta Katadata melakukan sebuah survei mengenai status literasi digital Indonesia, ternyata banyak orang meneruskan informasi hoax.
Karena tidak terlalu memikirkan apakah itu benar atau tidak, mereka meneruskan informasi-informasi tersebut karena yang pertama, jadi tidak terlalu dipikirkan, asal sebar saja yang penting gua yang pertama sebarin ke grup-grup ataupun posting ke sosial media, kemudian yang kedua adalah tidak mau mengecek bahwa berita tersebut benar atau tidak, kemudian yang ketiga tidak tau juga nih sumbernya dari mana, pokoknya asal sebar saja tidak mau mengecek kiri-kanan, tidak mau tahu, bersikap tidak peduli, jadi banyak sekali orang-orang meneruskan informasi karena masih belum peduli bahwa berita-berita yang sembarang yang mereka sebarkan itu berdampak baik atau tidak.
Kemudian dari status di dunia digital Indonesia juga masih banyak yang belum dapat berpikir kritis di dunia digital, sebagai contoh sebenarnya berpikir kritis ini karena di Indonesia itu berpikir kritis sama seiring sejalan dengan julid, kalau misalnya pun kritis dulu terus kemudian itu mereka julid. Jadi yang namanya dunia maya atau sosial media ini mau maunya saja teman-teman semuanya komen dan ternyata berdampak bahaya sekali.
Karena nanti ketika orang tersinggung ataupun ada yang mengadu ke polisi atau melaporkan bahwa postingan mereka mendapatkan serangan dari teman-teman netizen itu bisa berakibat buruk sehingga nanti bisa masuk ke dalam konten-konten hoax, kemudian dari status literasi digital Indonesia ini pun ada berbagai dari seluruh responden mendapatkan bahwa yang pertama saya terbiasa mencari tahu apakah informasi yang saya temukan di situs web benar atau salah di sini masih 42,6% yang menjawabnya tidak setuju.
Karena ternyata mereka memang belum mau tahu mencari informasi-informasi yang mereka temukan itu benar atau tidak, yang kedua saya terbiasa membandingkan berbagai sumber informasi untuk memutuskan apakah informasi itu benar, masih jawabannya juga tidak setuju karena di sini masih 42,1%, jadi banyak sekali teman-teman ataupun masyarakat Indonesia yang belum dapat berpikir kritis di dunia digital ketika mereka memposting ataupun mau komen berbagai informasi yang mereka temukan di sosial media.
Kemudian jejak digital apa saja sih yang bisa ditinggalkan nah seperti video awal yang saya putarkan bahwa kita postingnya 2 tahun yang lalu, kita postingnya 3 tahun yang lalu, kita mungkin sudah lupa, tapi ternyata tidak, jejak digital tersebut tetap ada, tetap abadi dan tidak bisa hilang sekalipun sekarang 2 tahun yang lalu kita posting sekarang kita delete, percayalah bahwa postingan itu tetap akan ada, kita tidak tahu siapa yang sudah screenshot postingan-postingan kita dan menyebarkan di grup-grup ataupun disimpan untuk pribadi mereka.
Jadi ini adalah beberapa jejak digital yang bisa ditinggalkan tanpa kita sendiri yang pertama adalah postingan di media sosial Instagram, Facebook, YouTube, TikTok semuanya, kemudian pencarian di Google atau search engine, tontonan-tontonan di YouTube, pembelian atau belanja di marketplace, jalur ojek online kita, yang sering kita pakai menggunakan grab atau go-jek, aplikasi-aplikasi yang kita unduh, kemudian situs web yang dikunjungi.
Musik online yang kita putar mau itu di spotify atau joox dan juga aplikasi lainnya game online yang dimainkan dan juga data pribadi yang sering sekali tanpa di sadari kita publikasikan, jadi data pribadi seperti alamat rumah, nomor handphone, email dan tempat tanggal lahir, ternyata itu merupakan data pribadi yang secara tidak langsung sering sekali kita publikasikan dan ternyata menjadi jejak digital kita.
JAKARTA - Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi, Ramdansyah meminta publik untuk melihat dari berbagai perspektif…
Penghapusan Utang UMKM, Peluang Kebangkitan Pengusaha Indonesia Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor…
Presiden Prabowo Subianto terus mengokohkan posisi Indonesia dalam ekonomi global melalui diplomasi ekonomi yang…
Kunjungan Luar Negeri Presiden Prabowo Hasilkan Kesepakatan Penting Untuk Wujudkan Pemerataan Ekonomi JAKARTA — Dalam…
Apresiasi Peran Pers Tingkatkan Partisipasi Pemilih dalam Pilkada Oleh: Mohammad Jasin Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)…
Tokoh Agama Berperan Penting Wujudkan Kondusivitas Pilkada Para tokoh agama di seluruh Indonesia kembali meneguhkan…