Oleh : Tiara Puspitasari
Pada Jumat 16 Agustus 2019, dalam sidang bersama DPD RI dan DPR RI, di ruang rapat paripurna gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Presiden Joko Widodo menegaskan rencana pemindahan ibu kota negara ke pulau Kalimantan.
Di penghujung pidato kenegaraan yang kedua tersebut, Kepala Negara sekaligus memohon dukungan para anggota dewan, tokoh masyarakat dan seluruh rakyat Indonesia terkait rencana pemindahan ibu kota yang hingga kini terus dimatangkan oleh pemerintah.
Puncaknya, setelah masyarakat dirundung tanda tanya besar terkait dimana Ibu Kota Indonesia akan Pindah, Presiden Jokowi telah mengumumkannya pada Senin 26 Agustus 2019. Dalam video yang berdurasi 5 menit di Youtube, Jokowi secara resmi mengumumkan bahwa Ibu Kota Indonesia akan pindah ke Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di Penajam dan Kutai Kertanegara.
Baca Juga
Proses Pemindahan Ibu Kota negara ini telah melakukan kajian panjang, kajian tersebut diantaranya dari sisi administrasi, susunan pemerintah, otonomi daerah hingga batas wilayah Ibu Kota nantinya.
Jokowi juga telah meminta agar kajian yang berkaitan dengan kebencanaan, daya dukung lingkungan, ekonomi, demografi, sosial-politik dan pertahanan-keamanan diselesaikan dan dirinci.
Meski rencana pemindahan Ibu Kota tersebut menuai pro kontra, namun kita harus sadar bahwa rencana pemindahan Ibu Kota ternyata sempat direncanakan oleh Ir Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia.
Tentu bukan tanpa alasan bagi masyarakat Indonesia untuk mendukung rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan.
Sejarawan LIPI Asvi Warman Adam berpendapat, Jika nantinya Ibu Kota jadi dipindah, maka Indonesia akan mencatatkan tinta emas dalam sejarah politik Indonesia. Dimana Indonesia akan membuat Ibu Kota yang baru, bukan Ibu Kota warisan kolonial.
Asvi mengatakan, pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan sangat berkaitan dengan 2 hal, yakni faktor pendorong dan faktor penarik. Sejarah mencatat faktor pendorong dan penarik ketika pusat pemerintahan dipindah ke Yogyakarta pada 1946 dipicu oleh kondisi Jakarta yang saat itu dinilai tidak aman, dan aparat baik TNI maupun Polisi dinilai tidak berfungsi secara penuh sehingga Yogyakarta menawarkan untuk menjadi pusat pemerintah dan hal tersebut disetujui oleh Presiden dan Wakil Presiden.
Pada tahun 1948. Presiden dan Wakil Presiden ditawan Belanda. Presiden kemudian sempat mengirim telegram untuk membentuk pusat pemerintahan darurat di Bukit Tinggi. Lalu pada 1950, presiden berkedudukan di Jakarta.
Pada tahun 1957, Palangkaraya, Kalimantan Tengah ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi. Dikatakan Asvi, Presiden Soekarno saat itu merasa cocok untuk menjadikan Palangkaraya sebagai ibu kota negara karena posisinya yang berada di tengah – tengah wilayah Indonesia dan luas wilayahnya sepertiga dari luasan Indonesia.
Kala itu Bung Karno amat serius dalam merencanakan pemindahan, bahkan dirinya tidak sekedar mewacanakan saja. Bung Karno dikabarkan telah membuat desain untuk Ibu Kota Baru yang direncanakannya.
Namun ternyata ada hal yang membuat Soekarno menangguhkan rencananya tersebut, dimana saat itu Indonesia ditawari untuk menjadi tuan rumah Asian Games sehingga tidak mungkin event sebesar itu digelar di Ibu Kota Baru. Karena itu, dibangun stadion besar di Senayan, patung selamat datang di depan Hotel Indonesia (HI) sehingga rencana memindahkan Ibu Kota terbengkalai.
Sementara itu berkas hasil kajian pemindahan Ibu Kota pun bertumpuk di Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia. Sehingga Kajian tentang pemindahan Ibu Kota tersebut nyatanya sudah ada sejak lama.
Namun dari banyaknya berkas kajian yang ada, tidak ada satupun yang berhasil merealisasikan pemindahan Ibu Kota, sebab pihak pemerintah dalam hal ini pejabat eksekutif tidak berani mengeksekusi hasil kajian pemindahan Ibu Kota dan baru pada pemerintahan Jokowi kajian tersebut digaungkan.
Oleh karena itu rencana Presiden Jokowi untuk memindahkan Ibu Kota tentu menjadi hal yang positif dan patut diapresiasi. Kita berharap bahwa usulan terkait pemindahan Ibu Kota tersebut dapat direalisasikan secepatnya.
Terkait dengan biaya pemindahan Ibukota tersebut, data dari Bappenas menunjukkan bahwa dana yang dibutuhkan untuk membangun Ibu Kotta Baru senilai Rp 486 T. Meski demikian pihaknya mengatakan bahwa pemerintah telah berkomitmen untuk tidak menggunakan APBN yang bersumber dari penerimaan pajak untuk menutup kebutuhan pemindahan Ibu Kota.