Oleh : Zaki Walad (Pengamat Sosial Kemasyarakatan)
Sebanyak 11 anggota Front Pembela Islam (FPI) telah ditetapkan sebagai tersangka karena disinyalir telah melakukan tindakan penghasutan dan memancing kericuhan saat acara peringatan hari Ulang tahun ke-93 Nahdlatul Ulama (NU) di Lapangan Srimersing, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Atas tindakan provokatif yang dilakukannya, para tersangka dijerat dengan pasal 160 subsider 175 juncto pasal 55 dan 56 KUHP Pidana dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. Polisi masih dalami kasus tersebut dan terbuka kemungkinan akan ada tersangka lainnya.
Baca Juga
Kericuhan tersebut bermula saat Gus Muwafiq selaku penceramah, menyampaikan tausiah menjelang akhir sesi. Tiba – tiba Su dan rekan – rekannya berusaha masuk ke lokasi acara sembari berteriak – teriak.
Pada saat kericuhan terjadi, petugas pengamanan berupaya keras untuk mengingatkan dan meminta mereka tidak membuat keributan dan kegaduhan.
“Su dan teman – temannya tidak terima dengan tabligh akbar tersebut, katanya sesat. Satu temannya malah berteriak ‘ Bubar semua, bubar semua’. Personel pengamanan berusaha menghalau dan mengingatkan.
Rombongan Su semakin berteriak – teriak, ‘bubarkan, bubarkan’. Mereka juga memaksa ibu – ibu yang ikut pengajian untuk berdemo tapi ditolak,” Kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut Kombes Tatan Dirsan Atmaja.
Pihak Kepolisian telah menetapkan 11 anggotan FPI yang menjadi tersangka pada kericuhan tersebut, yaitu SAS, MFS, MHH, AN, AD, AS, SU, OQ. AR, II dan RFS.
Para pelaku diduga melakukan penghasutan atau merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan sebagaimana Pasal 160 subsider 175 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman pidana enam tahun penjara.
“Hasil gelar perkara telah terpenuhi unsur tindak pidananya dan telah cukup alat bukti untuk melakukan penahanan terhadap tersangka.
Penyidik masih mendalami aktor intelektualnya dan tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka lain.” Kata Tatan Dirsan Atmaja.
Saat itu, para pejabat hadir dalam acara tersebut, antara lain Kapolda Sumut Irjen Agus Andrianto, Wali Kota Tebingtinggi Umar Zunaidi Hasibuan, serta para tokoh agama dan juga masyarakat.
Para pelaku pun terpaksa diamankan karena nekat untuk membubarkan acara Harlah NU tersebut meski sudah diperingatkan oleh petugas keamanan. Kericuhan di Lapangan Srimersing itu terjadi pada pukul 11.40 WIB.
Saat itu petugas langsung mengamankan delapan orang. Setelah pemeriksaan, tiga orang anggota FPI lainnya turut ditangkap.
Kericuhan inipun disayangkan oleh sekretaris jendral PDI-Perjuangan, Hasto Kristiyanto, ia juga meminta kepada semua pihak untuk tidak menjadi provokator di tahun politik ini.
“NU itu yang selama ini banyak mengalah. Jangan kemudian dilakukan upaya untuk provokasi,” ujar Hasto di Lampung.
Sebagai salah satu ormas Islam dengan jumlah pengikut terbanyak di Indonesia, NU memiliki peran yang amat besar dalam mempertahankan keutuhan NKRI. Untuk itu, seharusnya semua pihak bisa menghormati.
“Karena itulah kepada pihak manapun, terlebih yang baru datang, yang tidak ikut berkeringat di dalam perjuangan kemerdekaan, jangan uji kesabaran NU. Selama ini NU sangat besar, dalam menjaga norma – norma tertib dalam masyarakat kita,” Ujar Hasto.
“Jangan uji kesabaran dari NU. Kalau mereka sudah betul – betul tersinggung, aduh, Inggris saja kalang kabut saat itu,” imbuhnya.
Hasto mendorong aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Hasto juga meminta aparat kepolisian untuk tidak ragu dalam menindak segala aksi kekerasan dan intimidasi.
Kericuhan inipun juga menimbulkan korban seorang Polisi bernama Erik, Personel dari satuan intel Polres Tebing Tinggi ini menderita lebam di bagian wajah dan kepala karena dipukul oknum anggota FPI saat mengamankan acara Harlah Nahdlatul Ulama (NU).
Sebagai pelayan masyarakat, Ia langsung meminta agar mereka (FPI) tidak langsung mengganggu, apalagi acara ini ada izinnya secara resmi. Bukannya menerima, tapi dirinya langsung mendapatkan beberapa oukulan dari belakang oleh oknum FPI lainnya.
Akibatnya, Erik harus menjalani perawatan di rumah sakit, ia juga sudah memaafkan mereka, apalagi hal ini sudah menjadi resiko tugasnya sebagai abdi negara. Dirinya juga tidak mengenali siapa pelaku pemukulan tersebut.
“Badannya besar, karena ramai kerumunan jadi saya tidak terlihat dengan jelas,” akunya.
Kapolda Sumut Irjen Pol.Agus Adrianto menyesalkan akan adanya keributan yang dilakukan oleh sekelompok oknum anggota FPI saat berlangsungnya Hari Lahir Nahdlatul Ulama ke – 93 yang mendatangkan Gus Muwafiq.
Selanjutnya Walikota Tebing Tinggi Ir. H Umar Zunaidi Hasibuan, MM dalam wawancaranya sangat kecewa dengan tindakan FPI yang merusak suasana Tabligh Akbar, dan beliau menyerahkan langsung proses hukum kepada kepolisian karena hal tersebut mencemarkan nama baik dan merusak citra agama Islam.
Peristiwa kekerasan dalam Harlah NU menambah panjang deretan kekerasan yang dilakukan FPI. Selain memang ingin membuat keonaran, tindakan semena-mena FPI telah mencirikan upaya melanggar hukum karena acara Harlah NU telah mengantongi izin resmi dari Kepolisian.
Oleh karena itu, pemerintah harus campur tangan dalam penanganan ormas yang selalu membuat keresahan di tengah-tengah masyarakat.
Masyarakat perlu mengapresiasi tindakan cepat Kepolisian dalam menyelidiki kasus kekerasan FPI di Tebing Tinggi.
Namun, hal ini dinilai belum cukup karena peristiwa kerusuhan di Tebing Tinggi dinilai bukan yang terakhir mengingat FPI secara berulang-ulang tidak pernah jera melakukan kekerasan. Jika masih terus-menerus melakukan kekerasan, maka tidak ada jalan lain, selain membubarkan mereka sesuai amanat Undang Undang Ormas. Sebab, Indonesia tanpa FPI menjadi solusi terbaik bagi bangsa ini.