Oleh : Raavi Iskandar
Pemangkasan birokrasi di Indonesia bukan hanya sekadar wacana. Lebih dari itu perwujudannya dianggap sebagai bagian dari gagasan guna meningkatkan Efisiensi kalangan dunia usaha dalam berinvestasi.
Tambunnya jabatan setingkat eselon ditengarai menambah daftar panjang rumitnya birokrasi di Tanah Air. Tak hanya menggelembungkan anggaran negara, namun juga terkait kinerja yang lambat dalam melayani rakyat. Di negara maju seperti Jepang, hanya ada eselon I dan II yang mana berperan sebagai pelaku di kepemerintahan. Dan Menteri hanya berfungsi sebagai simbol politik saja. Selain dinilai efektif dan efisien negeri sakura tersebut nyatanya mampu survive dengan keadaan birokrasinya yang irit.
Saat ini, Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Tjahjo Kumolo tengah memperbaiki struktur eselon di seluruh kementerian sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pemangkasan eselon III dan IV ini diharapkan mampu menyederhanakan proses pengambilan keputusan sehingga birokrasi menjadi lebih efisien karena selama ini leberadaan eselon III dan IV menjadi panjangnya rentang birokrasi sehingga dirasa kurang efeltip. Tujuan penyederhanaan eselon ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi guna menggenjot iklim investasi. Mengingat, Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara dengan birokrasi yang lumayan rumit dan ribet.
Bahkan, birokrasi masih jadi masalah utama yang banyak dikeluhkan oleh para investor. Khususnya, investor asing ketika hendak menanamkan uangnya ke tanah air. Karena saking ribetnya, para investor ini terpaksa balik arah memilih negara tetangga.
Berdasarkan survey tercatat pemamgkasan eselon III dan IV yang dipangkas jumlahnya cukup signifikan. Sementara, berdasarkan data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), jumlah eselon III ditengarai sekitar 98.947, eselon IV 327.771 merupakan jumlah yang cukup lumayan untuk makin membuat birokrasi pemerintahan tambun dan high cost.
Upaya perampingan ini memang merupakan terobosan yang dianggap positif karena dengan memangkas hirarki, proses pengambilan keputusan nantinya akan menjadi lebih efisien. Akan tetapi, faktor lain yang juga perlu untuk dipertimbangkan ialah aspek kultural dan etos kerja aparatur negara tersebut.
Masalah birokrasi ini sudah lama diakui sebagai salah satu tantangan dalam upaya mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sempat menyatakan bahwa, pada pertengahan tahun lalu, berbelitnya birokrasi menjadi alasan utama anjloknya arus investasi masuk ke Nusantara.
Merujuk pada laporan Global Competitiveness Report dari World Economic Forum (WEF), korupsi yang diakibatkan kewenangan yang tidak efektip menorehkan skor paling tinggi sebagai penghambat utama investasi di Indonesia. Korupsi ini membesut poin 13,8, yang diikuti inefisiensi birokrasi (11,1), dan akses ke pembiayaan (9,2), termasuk infrastruktur tidak merata (8,8), beserta kebijakan yang tidak stabil (8,6).
Setidaknya terdapat sejumlah alasan bahwa tambunnya birokrasi mengakibatkan prilaku korupsi yang ditimbulkan menjadi faktor paling intens dalam menghambat investasi. Korupsi dinilai menciptakan biaya investasi yang cukup tinggi, alokasi sumber daya tidak efisien, ketidakpastian hukum, hingga tidak meratanya distribusi ekonomi, juga persaingan yang tidak sehat.
Selain itu, Catatan Bank Dunia terkait kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB) juga menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-73 pada 2019, atau naik 56 posisi dari tahun 2014, yang sebelumnya sempat nangkring di posisi 129.
Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Komisioner Ombudsman Laode Ida. Yang menyatakan pemangkasan jabatan struktural merupakan roh dari reformasi birokrasi itu sendiri. Menurutnya, prinsip utama dari reformasi birokrasi yang paling fundamental ialah mengurangi struktur serta memperbanyak fungsi di lembaga kepemerintahan.
Apalagi, menurutnya, eselon selama ini kerap kali digunakan untuk mengakomodir kepentingan tertentu guna meraup sejumlah uang. Dirinya juga menuturkan jika struktur administrasinya hanya secukupnya saja, sementara yang harus diperbanyak ialah jabatan fungsionalnya.
Lumrah saja, investor lari tunggang langgang karena menengok ruwetnya tatanan birokrasi di Indonesia. Tak hanya tumpang tindih aturan yang dinilai tak jelas, namun sejumlah UU juga dianggap kedaluwarsa kewenangannya. Sehingga membutuhkan banyak pembaharuan.
Jika nantinya penyederhanaan birokrasi berhasil diterapkan bukan tak mungkin segala hal yang berkenaan dengan UU maupun aturan akan lebih segar dan membawa Indonesia makin mudah melangkah kedepan. Termasuk mampu menggenjot iklim investasi semakin meningikat di tanah air. Hal ini berarti juga akan meningkatkan perekonomian secara nasional, yang sekaligus juga terjadi pemerataan kesejahteraan warga negara Indonesia.
Penulis adalah warganet tinggal di Tangerang
Kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke China dan Amerika Serikat (AS), membawa hasil yang menggembirakan…
Pemerataan ekonomi menjadi salah satu tujuan utama yang ingin dicapai pemerintah dalam beberapa dekade terakhir.…
Bukti Komitmen Presiden Prabowo pada IKN, Istana Garuda dan Gedung Setpres Hampir Rampung *Penajam* —…
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur menunjukkan progres signifikan sebagai bukti nyata komitmen…
Pemerintah Indonesia terus berupaya memastikan bahwa Pilkada Serentak 2024 dapat berjalan dengan lancar dan sukses.…
Sinergitas TNI, Polri, dan KPU Jadi Kunci Keamanan Pilkada Serentak 2024 Menjelang Pilkada serentak 2024…