JAKARTA – Jelang Pilkada serentak 2024, batas minimal calon kepala daerah menjadi pembahasan menarik dari pegiat demokrasi dan juga masyarakat.
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah mengakomodasi Putusan Mahkamah Agung (MA), dengan menerbitkan Peraturan KPU nomor 8 tahun 2024. Yang menegaskan syarat usia minimal calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan pasangan calon atau paslon terpilih lewat peraturan KPU nomor 8 tahun 2024.
Bahwa syarat berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d terhitung sejak pelantikan Pasangan Calon terpilih.
Baca Juga
Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi Ramdansyah mengatakan keluarnya PKPU nomor 8 tahun 2024, orang akan melihatnya ini sebagai fenomena.
“Fenomena itu kata Immanuel Kant itu sesuatu dibalik nomena. Sesuatu dibalik peristiwa atau realitas. Orang kemudian melihat suatu realitas dengan mata, kepala, tetapi ada juga yang namanya alat untuk mengetahui sebuah fenomena itu adalah suatu yang namanya intuisi. Nah intuisi publik boleh juga dikatakan common sense dari fenomena ini adalah menarik, untuk dikaji dari berbagai perspektif” ujarnya saat dialog interaktif di Radio Elshinta, Rabu dini hari (3/7/2024).
“Pertama, kita dapat melihat fenomena dari banyak perspektif, berarti kita tidak hidup dalam ruang kosong. Politik itukan dinamis. Kedua, ketika membahas ini, maka diperlukan kacamata etika atau moral. Bahwa ada prinsip moral utilitarian bahwa selama menguntungkan bagi kita dan kelompok, maka itu tetap bermoral. Itu prinsip pragmatisme,” imbuh Ramdansyah yang juga Ketua Bidang (Kabid) Kepemiluan Majelis Nasional (MN) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).
Ramdansyah yang pernah menjabat sebagai Ketua Panwaslu DKI Jakarta, menambahkan bahwa mereka yang punya nilai positif ketika itu bermanfaat buat diri kita dan kelompok adalah suatu hal yang wajar.
“Nah ini kan yang menurut saya beda dengan Plato misalkan, manusia itu diberikan sesuatu di dalam dirinya itu sebuah ide-ide tentang kebenaran atau innate idea. Bahwa moral akan mengetuk hati kita. Bahwa idealnya untuk calon pemimpin jangan dikasih karpet merah atau fasilitas yang dapat meninabobokan. Tetapi disisi lain, ketika dihadapkan dengan sebuah keuntungan diri pribadi, maka hukum moral yang ada di benak bisa saja hilang. Bermoral, sih oke, tetapi kalau tidak menguntungkan diri sendiri atau kelompok, lalu buat apa,” jelas Ramdansyah.
Ramdansyah menambahkan bahwa itulah pilihan rasional objektif yang menjadi prinsip dari rasionalitas yang mulai berkembang di abad 20. Sesuatu itu rasional, kalau menguntungkan secara materi dan kenyamanan, tetapi bukan untuk orang lain.
“Jadi setiap kali kembali kepada Peraturan KPU, peraturan KPU inikan sebenarnya turunan dari undang-undang, Undang-Undang Pilkada. Sejauh ini penafsirannya secara formal, batas usia adalah pada saat pendaftaran. Secara intuisi hal ini sudah dianggap benar. Kemudian secara rasio ini juga koheren dari ketentuan-ketentuan lain yang ada. Jadi sejauh ini logis dan masuk akal,” imbuh Ramdansyah.
Namun jelas Ramdansyah, ketika kemarin ada putusan MK nomor 90, dan jelang Pilkada serentak ada landasan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang kemudian menganulir PKPU sebelumnya, muncul perdebatan.
“Pertama, ada seorang mantan Menko menyebutkan, kalau keputusan ini memang ini cacat hukum atau kemudian bermasalah, maka tidak perlu dilaksanakan. Imbau tokoh ini kepada penyelenggara Pemilu. Kedua, bisa saja KPU melakukan konsultasi kepada DPR? Nah ini kan memang norma operasional bukan norma substantif. KPU sebagai pelaksana teknis harus pergi ke DPR karena perintah UU agar sebelum menerbitkan Peraturan KPU harus dikonsultasikan ke legislatif. Ketiga menurut saya KPU juga bisa saja kemudian bisa konsultasi kepada hakim-hakim MK. Atau kemudian masyarakat yang merasa dirugikan bisa pergi ke MK untuk katakanlah menguji pasal dalam UU Pilkada terkait dengan batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati/walikota,” jelas Ramdansyah.
“Tetapi catatan saya adalah PKPU nomor 8 tahun 2024, memberikan karpet merah atau tidak, Ini kita tidak hidup dalam sebuah ruang kosong. Yang kemudian disini ada pertarungan di ruang sosial, yang tentunya kita bisa melakukan perubahan. Dan ini balik lagi kepada KPU nya kepada pembuat peraturan. Kemudian balik lagi kepada hakim dan terakhir balik lagi kepada masyarakat,” imbuh Ramdansyah.
Saat ditanya dampak adanya PKPU tersebut? Ramdansyah mengatakan dampak putusan MA di satu sisi adalah adanya kepastian hukum. Itu sudah jelas ujar Ramdansyah. Seperti, boleh mendaftar bagi mereka yang ingin mencalonkan diri sebagai calon gubernur atau calon bupati/walikota yang belum berusia berusia 30 untuk calon Gubernur atau 25 tahun untuk Walikota/Bupati, tetapi akan genap 30 atau 25 tahun ketika pelantikan.
“Kaesang misalkan, akan bisa mencalonkan sebagai calon gubernur. Walaupun landasan usia 30 tahun mendaftar belum terpenuhi, tetapi ketika dia dilantik misalkan yah, syarat minimal usia sudah terpenuhi,” pungkasnya.