Oleh: Muhammad Ruslan Afandy
Menjelang pesta demokrasi tahun 2019, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dunia perpolitikan Indonesia akan dihantui dengan penyakit sosial yaitu “penyebaran berita hoax bermuatan politik”. Hal ini terbukti berdasarkan data dari Masyarakatt Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat bahwa terdapat 230 hoax yang terklarifikasi sebagai disinformasi selama periode Juli-September 2018. Rinciannya, hoaks pada Juli 2018 sebanyak 65 konten, Agustus 2018 sebanyak 79 konten, dan meningkat menjadi 107 konten pada September 2018. Dimana data tersebut didominasi bermuatan isu politik yang mencapai 135 buah atau 58,7%. Sisanya, 7,39% bermuatan agama, 7,39% penipuan, 6,69% lalu lintas, dan 5,2% kesehatan. (https://katadata.co.id).
Penyebaran berita hoax bermuatan politik tersebut dilakukan dalam bentuk seperti saling menjatuhkan, menghina, memaki, bahkan saling menyakiti, saling mendeskriminasi satu sama lain hanya lantaran ketidaksepahaman terhadap sebuah postingan berita maupun informasi tertentu yang bahkan sebenarnya belum jelas asal sumbernya yang akhirnya berujung pada ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Juga
Menyikapi fenomena tersebut, para pemuda Indonesia dituntut untuk berperan aktif dalam menangkal penyebaran berita hoax bermuatan politik. Sebagai pemuda yang tentunya dibekali dengan kecerdasan intelektual dan kedewasaan dalam berpikir, sudah sepatutnya kita menempatkan diri kita sebagai bagian kelompok masyarakat yang menjadi filterisasi utama untuk menyelamatkan masyarakat kita dari berbagai penyebaran berita hoax bermuatan politik. Bukan malah terjerumus dalam “adu domba politik” dari pihak-pihak yang tidak bertanggugjawab. Oleh karena itu penulis menggagas suatu solusi yaitu PAPIH (Pemuda Anti Politik Hoax) sebagai bentuk aktualisasi peran pemuda dalam penyebaran berita politik bermuatan hoax menuju Indonesia Pocer (Politik Cerdas) 2019.
Penerapan PAPIH (Pemuda Anti Politik Hoax)
Semangat pemuda yang melek perpolitikan tampaknya harus dipupuk dan dibangkitkan di Era Digital seperti sekarang, para pemuda harus memilki peran yang signifikan dalam dunia perpolitikan di Indonesia tidak hanya turut serta dalam pemilih ketika pemilihan umum, tidak hanya tidak terhasut politik uang yang dilakukan sejumlah partai politik, dan tidak hanya berani menentukan pilihan serta menjadi pemain langsung dalam perpolitikan. Tetapi lebih dari itu pemuda saat ini di Era Digital adalah “mengawal dan turut mengawasi perpolitikan di Indonesia” dengan tentunya memanfaatkan “digitalize” sebagai medianya. Hal ini karena di Era Digital saat ini pemuda telah dimanjakan dengan perkembangan teknologi internet yang segala informasi dan komunikasi dapat dengan mudah dilakukan tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Mengapa Pemuda yang melakukannya?
Pemuda dan politik merupakan dua hal tidak dapat pisahkan. Melalui pemikirannya yang kritis dan idealis serta berani untuk mengungkapkan pendapat menunjukkan bahwa Pemuda menjadi ujung tombak dalam melaksanakan perubahan bangsa ini. Jika kita melihat sejarah perpolitikan di Indonesia, pemuda berhasil menggulingkan kekuasaan Soeharto sebagai Presiden saat itu, hal ini menunjukan bahwa pemuda menjadi perantara antara pemerintah dengan rakyat, terlebih ketika bangsa Indonesia mengalami kejenuhan dalam dunia perpolitikan
Potensi pemuda dalam menerapkan PAPIH (Pemuda Anti Politik Hoax) ini juga didasarkan pada data yang menyatakan bahwa jumlah pemuda Indonesia yang mencapai 61,8 juta orang, atau 24,5% dari total 252 juta orang penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014) juga diikuti dengan semakin banyaknya organisasi-organisasi kepemudaan. Selain itu data menyatakan bahwa pada tahun 2045, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif (15-64 tahun). (www.goodnewsfromindonesia.id). Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa betapa besarnya potensi pemuda Indonesia dalam mengatasi permasalahan yang ada di Indonesia terkhusus pada dunia politik yaitu dengan menerapkan PAPIH (Pemuda Anti Politik Hoax) dimana pemuda Indonesia aktif mengampanyekan gerakan anti politik hoax.
Mengapa harus berbasis digital?
Penerapan PAPIH (Pemuda Anti Politik Hoax) menjadi salah satu solusi yang penulis tawarkan penulis dimana pemuda aktif melakukan filterisasi penyebaran berita hoax bermuatan politik melalui “akun digital” yang mereka (pemuda) miliki seperti website, blog, mobile applications, mobile game, social media (facebook, whatsapp, twiter, instagram, dan lainya). Sehingga diharapkan melalui “akun digital” para pemuda dapat memberikan informasi dan membentuk citra politik yang positif dimata masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia.
Penggunaan media digital dalam menerapkan PAPIH (Pemuda Anti Politik Hoax), hal ini berdasarkan data dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang mencatat bahwa sarana yang paling banyak digunakan untuk menyusun hoaks itu, yakni media digital dengan komposisi presentasi narasi dan foto (50,43%), narasi (26,96%), narasi dan video (14,78%), dan foto (4,35%). Dari jumlah tersebut, hoaks paling banyak disebarkan di Facebook (47,83%), Twitter (12,17%), Whatsapp (11,74%), dan Youtube (7,83%).
Selain itu proses filterisasi politik hoax melalui penerapan PAPIH (Pemuda Anti Politik Hoax) juga dapat pemuda Indonesia lakukan dengan aktif melakukan kampanye digital anti politik hoax di berbagai kegiatan kampus. Bentuk kampanye digital anti politik hoax tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari pelaksanaan sharing, diskusi maupun seminar yang mengangkat topik tentang politik hoax, sosialisasi tentang etika yang harus diperhatikan saat menggunakan hak politik, pembuatan video dokumenter bertema anti politik hoax, serta melaksanakan lomba digital kreatif sebagai langkah persuasif memunculkan kepedulian tentang maraknya isu politik hoax ini.
Besar keyakinan penulis bahwa dalam rangka memasuki pesta demokrasi tahun 2019, melalui penerapan PAPIH (Pemuda Anti Politik Hoax), pemuda Indonesia dapat “mengawal dan turut mengawasi perpolitikan di Indonesia” dengan tentunya memanfaatkan “digitalize” sebagai medianya. Sehingga pemuda dapat melakukan filterisasi utama untuk menyelamatkan masyarakat kita dari berbagai penyebaran berita hoax bermuatan politik, dengan demikian harapan Indonesia politik cerdas (pocer) di tahun 2019 mendatang bisa tercapai.