JAKARTA – Protes masyarakat terhadap pilihan partai politik yang tidak mengakomodir keinginannya sudah dalam ambang mengkhawatirkan. Perlawanan pemilih yang menolak pasangan calon yang diusung partai politik semakin meningkat.
Mereka tidak ingin hadir di TPS, kalaupun hadir akan mencoblos bukan pasangan calon dalam surat suara (none of above) atau blank Vote. Warga pergi ke TPS tapi tidak ingin suaranya memilih pasangan calon yang ada dalam surat suara. Alhasil, suara mereka akan hangus, karena tidak sah.
Blank vote atau suara kosong sejatinya berbeda dengan suara tidak sah yang muncul karena kesalahan pemilih dalam mencoblos yang tidak sesuai dengan tata cara Dan prosedur.
Blank vote atau suara kosong di dalam nya ada kehendak daulat rakyat sebagai bentuk Protes terhadap kandidat kandidat yang berkompetisi. Sehingga keberadaan blank vote atau suara kosong Harus diakui sebagai suara sah.
Ini adalah wujud dari perlindungan konstitusional warganegara (blank vote atau suara kosong Harus dikeluarkan atau dikecualikan dari suara tidak sah).
Pengajuan negara terhadap blank vote sebagai suara sah dapat kita lihat di sejumlah negara seperti; Kolombia, Spanyol, Argentina, Perancis, Mongolia, Ekuador, Bolivia, Brazil, Swiss, Swedia, Belanda, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat seperti Nevada. Karenanya praktik-praktik di negara demokrasi tersebut perlu dijadikan contoh di Indonesia.
Hangusnya hak konstitusional blank vote atau suara kosong karena masih dikategorikan tidak sah di Indonesia, perlu dilindungi eksistensi konstitusionalitasnya.
Akomodasi blank vote di 43 daerah calon tunggal di Indonesia perlu diperluas juga berlaku di daerah-daerah Pilkada Dengan 2 atau lebih pasangan calon. Dengan demikian pemilih yang tidak menginginkan calon calon di daerah tersebut juga Harus dapat pengesahan.
“Karenanya kami, Heriyanto, Ramdansyah dan Raziv Barokah meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa blank vote atau suara kosong sebagai suara sah di dalam Pilkada Dengan 2 atau lebih pasangan calon,” jelas Ramdansyah, yang pernah menjabat sebagai Ketua Panwaslu Pileg dan Pilpres DKI Jakarta 2009 dan Ketua Panwaslu Pilkada DKI 2012, Kamis (5/9/2024).
“Berkas kami telah diterima Mahkamah Konstitusi menguji sejumlah pasal dalam UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi hari ini Kamis, 5 September 2024,” imbuh Ramdansyah.
Adapun petugas loket penerimaan berkas di MK telah mengeluarkan tanda terima permohonan dengan nomor No 2166/PAN.MK/IX/2024 pada Pukul 15.00 hari ini
Adapun pasal-pasal yang akan diuji adalah Pasal 79 ayat (1), Pasal 94, Pasal 107 ayat (1), dan Pasal 109 ayat (1) dari UU Pilkada terhadap terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Pilkada menyatakan bahwa “Surat Suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b memuat foto, nama, dan nomor urut calon” dan dilanjutkan Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 menyatakan bahwa, “Pemberian suara untuk pemilihan dapat dilakukan dengan cara :Memberi tanda satu kali pada surat suara; atau Memberi suara melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik”
Pasal 94 Undang-Undang Pilkada menyatakan bahwa “Surat suara untuk Pemilihan dinyatakan sah jika : Surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan Pemberian tanda satu kali pada nomor urut, foto, atau nama salah satu Pasangan calon dalam surat suara”
Pasal 107 ayat (1) okUndang-Undang Pilkada menyatakan bahwa, “Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Terpilih serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Terpilih”
Sedangkan Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang PilkAda menyatakan bahwa “Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Terpilih”.
Ketiga penguji materi ini menyatakan bahwa “Bahwa Blank Vote atau Suara Kosong” adalah bentuk pemungutan suara dimana Pemilih memilih tidak memilih kandidat manapun. Dalam sistem demokrasi rakyat memiliki kedaulatan penuh untuk memilih atau tidak memilih kandidat yang ada.
“Dengan memberikan Suara Kosong (Blank Vote), pemilih mengekspresikan hak memilihnya dalam bentuk ketidakpuasan terhadap pilihan kandidat yang tersedia, tanpa memilih kandidat yang ada dikarenakan tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Ini bisa dilihat sebagai bentuk protes atau pernyataan politik yang menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk menolak semua kandidat yang disajikan,” jelas Ramdansyah.
Para penguji mengambil contoh negara Kolombia. Pengaturan mengenai “voto en blanco” (suara kosong) diatur dalam beberapa peraturan hukum yang mendetail, terutama dalam undang-undang pemilu dan konstitusi.
Berikut adalah penjelasan detail mengenai dasar hukum dan aturan yang mengaturnya di Pasal 258 Konstitusi Kolombia (1991) menyatakan bahwa Konstitusi ini mengakui suara kosong sebagai salah satu opsi pemilih. Pasal ini menetapkan bahwa suara kosong dihitung sebagai suara sah dan merupakan bagian dari sistem demokrasi.
Berdasarkan posita, maka para penguji menginginkan putusan sebagai berikut dalam permohonan uji materi:
1) Menyatakan Sah pilihan pemilih yang memilih lebih dari satu pasangan calon
2) Menyatakan Sah pilihan pemilih di luar kotak pasangan calon
3) Menyediakan satu kotak kosong pada daerah dengan dua atau lebih pasangan calon seperti halnya daerah yang terdapat Pasangan Calon Tunggal untuk mengakomodir Blank Vote
Adapun batu uji untuk pasal-pasal dalam UU Pilkada adalah sebagai berikut:
1) Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Kedaulatan di Tangan Rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
2) Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahhwa “Negara Indonesia adalah negara hukum
3) Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara Demokratis”
4) Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali
5) Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
6) Pasal 28D ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa : “Setiap Warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.
7) Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
8) Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Hak untuk Hidup, Hak untuk Tidak Disiksa, Hak Kemerdekaan pikiran dan hati Nurani, hak beragama, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun
Fasilitasi terhadap keberadaan Suara Kosong atau Blank Vote, dengan mengakui keberadaan Kotak Kosong di dalam Surat Suara bagi daerah yang memiliki Dua atau Lebih Pasangan Calon, menyatakan Suara Kosong sebagai suara sah, dan mempengaruhi keterpilihan dari hasil Pilkada.