Oleh : Anisa Medina (Aktivis Pers Kampus Universitas Pakuan Bogor)
Pasca pengumuman Pemilu 2019 secara resmi oleh KPU yang dimenangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf, kubu 02 tim pemenangan Prabowo-Sandi merasa tidak puas dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusional (MK) guna membuktikan bahwa kemenangan Jokowi-Ma’ruf tidak sah dan syarat akan kecurangan.
Dalam gugatannya, tim penggugat telah menyiapkan 7 truk alat bukti dan sisanya akan menyusul dikirim secara bergelombang diserahkan ke MK.
Tim yang dikomandoi oleh Bambang Widjojanto itu mengajukan gugatan dengan alat bukti berupa formulir hasil penghitungan suara di tingkat tempat pemungutan suara atau formulir C1. Selain alat bukti berupa formulir, mereka juga menyerahkan alat bukti kualitatif guna memperkuat gugatan ke MK serta menghadirkan beberapa saksi.
Baca Juga
Namun, alat bukti berupa formulir yang dikirim ke MK hingga berjumlah 7 truk tersebut dianggap lemah karena syarat alat bukti yang diajukan ke MK tidak terpenuhi, diantaranya harus disusun, diberi nomor, ditempel materai, dan diterangkan dengan jelas pada saat sidang dilaksanakan. Alhasil, MK menilai alat bukti yang dihadirkan tidak mumpuni dan lemah.
Selain itu, para saksi yang dihadirkan sempat beberapa kali memberi keterangan yang membingungkan. Salah satunya adalah Hermasyah yang menyatakan ia mendapat ancaman. Padahal, apabila ia mendapat teror atau ancaman seharusnya saksi melapor kepada pihak berwajib sehingga dapat diproses dan dicari pelakunya tidak hanya diam dan menuduh tanpa ada jelas sebabnya.
Gugatan tim hukum Prabowo-Sandi juga menyebut ada 17,5 Juta KTP palsu dalam Pilpres 2019, namun ketika Hakim MK meminta menghadirkan bukti atas gugatan tersebut, tim Prabowo-Sandi tidak bisa menghadirkannya. Padahal seluruh alat bukti yang dibawa di persidangan harus sudah diverifikasi sehingga dapat menjadi alat bukti kuat dan sah sehingga bukti bukti yang dihadirkan di persidangan dianggap sangat lemah dan tidak bisa di buktikan kebenarannya.
Bambang Widjojanto yang menjadi pimpinan kuasa hukum 02 juga seringkali menginterupsi dan mendikte Hakim MK yang menyebabkannya diancam akan dikeluarkan dalam persidangan. Padahal BW seharusnya paham hukum dan aturan dalam persidangan.
Beberapa saksi abal abal yang dihadirkan dipersidangan MK dapat diindikasi bahwa keterangan yang diberikan saat persidangan hanyalah kebohongan. Tuduhan bahwa KPU maupun Bawaslu tidak bekerja secara netralpun langsung dipatahkan dipersidangan sehingga tim 02 dianggap hanya membangun opini palsu bahwa mereka adalah kelompok teraniaya atau Play Victim.
Sudah sangat jelas bahwa kubu 02 bukan mencari keadilan namun hanya membentuk opini negatif di masyarakat. Para saksi tersebut seakan sudah dibekali dan diberi arahan mengenai jawaban yang akan dilontarkan dalam persidangan, hal tersebut tentu mempengaruhi keaslian keterangan fakta dilapangan.
Kejanggalan demi kejanggalan dari bukti yang dimunculkan serta keterangan yang tidak kuat dari para saksi membuat gugatan yang diajukan di MK tidak akan terbukti. Paslon 01 Jokowi-Ma’ruf tetap tidak terbukti melakukan kecurangan dan kemenangan pada pemilu 2019 murni hasil pemilu yang LUBERJURDIL (Langsung, Umum, Bebas Jujur, dan Adil).
Menjadi seorang tokoh politik nasional atau figur seorang pemimpin seharusnya menjadi contoh dan tauladan bagi masyarakat, kalah dalam persaingan itu adalah hal yang biasa karena Indonesia adalah negara demokrasi. Hukum menjadi dasar sehingga masyarakatpun harus taat pada hukum. Berbeda dengan kubu Prabowo-Sandi yang seakan akan hanya haus kekuasaan dan tidak memikirkan nasib rakyat Indonesia.