Pemerintah Indonesia melarang ekspor biji nikel yang memicu gugatan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Padahal larangan tersebut dikeluarkan guna melindungi kepentingan domestik Indonesia. Masyarakat diharapkan ikut bersatu dan mendukung upaya Pemerintah dalam melawan gugatan Uni Eropa.
Larangan ekspor biji nikel dari Indonesia cukup membuat kawasan Uni Eropa kebakaran jenggot. Pasalnya penggunaan material ini di sektor industri Eropa begitu krusial. Percepatan larangan ini ditengarai untuk menyehatkan serta menguatkan industrialisasi biji nikel di Indonesia, sehingga mampu memberikan kontribusi positif dalam mematri kas negara yang sedang mengalami defisit neraca perdagangan.
Baca Juga
Hal inilah yang mendasari diajukannya gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Uni Eropa (UE) melayangkan gugatannya karena pelarangan ini dipercepat 2 tahun dari rencana awalnya, yakni dimulai pada awal tahun 2020.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menyampaikan rencana penghentian ekspor biji nikel per tanggal 1 Januari 2020, dua tahun lebih awal dari jadwal yang dicanangkan sebelumnya. Langkah ini diambil guna mendorong pengembangan industri pengolahan di dalam negeri. Akibatnya, harga nikel di bursa LME berhasil melejit hingga level tertinggi sejak tahun 2014, yakni di kisaran nominal US$18.850 per ton pada awal September tahun 2019.
Sepanjang tahun berjalan 2019, harga nikel berjangka untuk kontrak tiga bulanan di bursa LME mampu menguat hingga 60 persen, yang mana dipengaruhi oleh terbatasnya pasokan produk dalam jangka panjang.
Keputusan ini dinilai akan menambah daftar panjang pada tekanan industri stainless steel UE. Seperti diketahui, sebelumnya datang tekanan yang lebih lemah akibat goyangnya industri produsen Mobil Eropa, perang dagang AS-China hingga rencana penarikan bea impor anti dumping oleh Amerika Serikat.
Selain itu, Komisi Eropa juga memiliki rencana untuk memasukkan stainless steel Indonesia dalam lingkup kuota impor UE guna mencegah tarif kontroversial anti dumping AS terhadap baja asing. Sebagai informasi, Departemen Perdagangan AS telah memberlakukan tarif impor baja struktural China dan Meksiko setelah mengetahui bahwa kedua negara tersebut telah melego baja struktural buatan ke AS dengan harga di bawah pasaran.
UE berwalang hati terhadap pengenaan tarif impor baja AS yang malah membuka peluang beberapa negara lain untuk mengalihkan pengiriman ke Eropa sehingga diprediksi akan menggenangi pasar Benua Biru, yang mana sedang berjuang di tengah lemahnya permintaan.
Seperti dikemukakan Presiden Joko Widodo yang juga telah menginstruksikan kepada jajarannya, Menko Perekonomian dan Menteri Perdagangan untuk mempersiapkan tim pengacara terbaik saat menghadapi gugatan UE tersebut.
Sementara itu, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan merincikan alasan larangan ekspor nikel. Luhut mengatakan 98 persen nikel Indonesia diekspor ke China. Dengan adanya pelarangan tersebut, maka diharap sejumlah industri akan mampu bermigrasi ke Indonesia. Selain itu, kebijakan ini juga diambil dalam rangka program pemerintah terkait kendaraan listrik yang tengah dicanangkan. Yakni, nikel bisa dimanfaatkan untuk industri baterai kendaraan listrik.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia urun rembuk terkait ekspor bijih nikel yang akan berhenti mulai 1 Januari 2020. Bagi pengusaha yang dinilai telah memenuhi syarat masih diizinkan untuk melalukan ekspor hingga Desember tahun 2019, setelah itu ekspor bijih nikel dipangkas total.
Dikutip dari situs Kementerian Perindustrian, nikel adalah salah satu jenis logam yang memiliki julukan “the mother of industry”, artinya logam ini berperan sebagai tulang punggung yang akan mendukung sektor industri lainnya, misalnya di bidang otomotif. Menurut Buku “Nikel Indonesia”, produk final nikel sangat banyak dimanfaatkan untuk pembuatan stainless steel, yakni sebesar 6,9 persen. 10 Persennya dipakai untuk logam paduan nonbesi. Kemudian 7 persennya untuk pelapisan (plating), 6 persen pembuatan baterai dan lain-lain. Termasuk 3 persennya digunakan untuk kegiatan pengecoran.
Pantas saja UE kalang kabut mendengar berita ini. Pasokan nikel yang dianggap sebagai bahan inti berjalannya roda industri akan berhenti dan mempengaruhi sejumlah sektor. Namun, Sikap pemerintah memutuskan percepatan penghentian ekspor biji nikel ini bukan tanpa alasan. Selain dalam melindungi biji nikel dari praktik eksplorasi asing karena cadangan nikel di Nusantara mulai menipis, juga untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan.
Upaya ini patut diapresiasi dan didukung. Jangan lantas keok karena digenjot gugatan UE. Dukungan seluruh rakyat Indonesia ditengarai juga mampu membantu memperkuat Indonesia di muka Internasional guna melindungi Bumi Pertiwi dari kerusakan akibat eksploitasi Sumber Daya Alamnya. Maju terus Pak Jokowi, kami mendukungmu!