Mendorong Kesadaran Publik untuk Melawan Politik Uang di Pilkada 2024
Oleh : Gema Iva Kirana
Pilkada 2024 yang akan digelar serentak di berbagai daerah di Indonesia, dihadapkan dengan tantangan besar terkait praktik politik uang. Meskipun telah ada berbagai upaya pencegahan dan penindakan, kenyataannya praktik ini masih saja mengintai demokrasi kita.
Baca Juga
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih sadar dan aktif dalam melawan politik uang agar demokrasi Indonesia tetap bersih dan terhindar dari manipulasi. Keberanian untuk menolak politik uang harus datang dari kita semua sebagai pemilih yang bijak.
Direktur Urusan Agama Islam Kementerian Agama (Kemenag) Adib, mengatakan politik uang jelas bertentangan dengan nilai-nilai agama. Dalam ajaran Islam, politik uang termasuk suap yang sangat dilarang. Bahkan, dalam hadis disebutkan bahwa Allah melaknat orang yang memberikan suap serta yang menerima suap. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pengaruh negatif dari praktik politik uang.
Adib mengingatkan masyarakat untuk memilih pemimpin secara jujur tanpa menghalalkan segala cara. Pemimpin yang dipilih melalui politik uang, pada akhirnya akan merusak integritas bangsa dan menciptakan pemimpin yang tidak amanah. Oleh karena itu, Adib menekankan pentingnya menjaga Pilkada agar berlangsung bersih dari politik uang. Sebab, sesuatu yang baik harus diperoleh dengan cara yang baik.
Politik uang dalam Pilkada bukan hanya soal pemberian uang tunai, tetapi juga kini mulai beralih ke metode digital. Ketua Bawaslu Bali, I Putu Agus Tirta Suguna, dalam sebuah diskusi mengungkapkan keprihatinannya terkait potensi peralihan politik uang yang tidak lagi hanya menggunakan uang tunai, tetapi sudah melibatkan sistem digital.
Penggunaan uang digital ini, tentu saja lebih sulit untuk diawasi karena sering kali dilakukan secara pribadi. Tanpa adanya laporan yang jelas, pengawasan menjadi tidak maksimal. Di sinilah peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan.
Agus menekankan pentingnya peran serta masyarakat untuk melaporkan jika menemukan indikasi politik uang, termasuk melalui metode digital. Hal ini sejalan dengan prinsip pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu, yang memerlukan informasi awal baik dari laporan masyarakat atau temuan yang akan ditindaklanjuti.
Selain itu, politik uang juga sangat berpotensi terjadi pada masa-masa kritis menjelang pemungutan suara, seperti masa kampanye dan masa tenang. Bawaslu Bali juga sudah melakukan pengawasan terhadap Pilkada di berbagai wilayah, termasuk pemilihan gubernur, bupati, hingga wali kota.
Agus menegaskan, pengawasan harus dilakukan dengan penuh ketelitian, terutama selama tiga hari masa tenang, yaitu 24-26 November 2024. Pada masa ini, segala bentuk politik uang, baik yang melibatkan uang tunai atau digital, harus benar-benar diawasi agar tidak merusak integritas demokrasi.
Tidak hanya di Bali, daerah lain juga menunjukkan komitmen yang sama dalam mencegah politik uang. Di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, misalnya, pemerintah setempat menerapkan kebijakan jam malam untuk meminimalisir terjadinya politik uang.
Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta, menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil setelah rapat koordinasi dengan forum komunikasi pimpinan daerah (Forkopimda). Tujuannya adalah untuk menjaga integritas Pilkada di Kabupaten Sigi agar dapat berlangsung secara jujur, adil, dan transparan.
Selama 14 hari hingga selesai Pilkada 2024, jam malam diterapkan di setiap desa, dimulai pukul 22.00 hingga 06.00 WITA. Pembatasan akses ini dimaksudkan untuk mencegah pergerakan orang yang diduga melakukan politik uang atau pembagian sembako. Setiap desa juga diinstruksikan untuk memberlakukan portal atau pembatasan keluar masuk pada malam hari, khususnya mendekati hari pemungutan suara.
Irwan menekankan pentingnya koordinasi dengan aparat keamanan setempat, seperti Bhabinkamtibmas dan Babinsa, untuk melakukan pengawasan secara preventif dan represif jika ditemukan adanya indikasi praktik politik uang.
Irwan berharap, masyarakat dapat mendukung langkah ini dengan turut serta dalam mengawasi dan melaporkan jika ada tindakan yang mencurigakan. Langkah-langkah pencegahan ini diharapkan dapat menjaga kelancaran Pilkada dan memastikan bahwa hasil Pilkada mencerminkan keinginan rakyat yang sebenarnya. Tidak ada tempat bagi praktik-praktik curang dalam Pilkada yang seharusnya menjadi ajang untuk memilih pemimpin yang amanah.
Namun, upaya melawan politik uang ini tidak hanya bergantung pada pemerintah dan lembaga pengawas pemilu saja. Masyarakat harus turut serta dalam menjaga integritas Pilkada dengan menolak segala bentuk politik uang.
Pemilih yang sadar akan pentingnya demokrasi yang bersih akan lebih berhati-hati dalam memilih pemimpin. Mereka akan memilih pemimpin berdasarkan visi dan misi yang jelas, bukan berdasarkan pemberian uang atau fasilitas lainnya.
Penting untuk diingat bahwa politik uang tidak hanya merugikan individu yang menerima atau memberi uang, tetapi juga merusak sistem demokrasi kita secara keseluruhan. Politik uang menciptakan ketidakadilan dan menghilangkan kesempatan bagi calon pemimpin yang memiliki kapasitas dan integritas, tetapi tidak memiliki sumber daya untuk menyuap pemilih.
Oleh karena itu, semua pihak, baik itu masyarakat, pemerintah, maupun penyelenggara pemilu, harus bekerja sama untuk memastikan Pilkada 2024 bebas dari politik uang. Kita, sebagai masyarakat Indonesia, harus menjadi penjaga demokrasi. Keberanian kita untuk menolak politik uang, baik yang berupa uang tunai maupun digital, akan menentukan masa depan bangsa.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute