Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia pada tahun 2018, menyebutkan bahwa penanganan konten negatif pada tahun 2017 meningkat 900 persen dibandingkan pada tahun 2016. Kenaikan yang cukup fantastis inilah yang kemudian membuat resah, belum lagi survey dari Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2016 setengah dari jumlah penduduk Indonesia telah terhubung internet. Dari total penduduk Indonesia sebanyak 256,2 juta orang dan sebanyak 132,7 juta adalah pengguna internet aktif. Jumlah ini menunjukkan kenaikan sebanyak 51,8% dari jumlah pengguna internet pada akhir 2014, artinya pada tahun 2014 jumlah pengguna internet di Indonesia hanya 88 juta orang. Sementara itu, menurut survei agensi pemasaran sosial yang berbasis di Singapura we are social, pada tahun 2017 penetrasi internet di Indonesia mencapai 51%. Sempat saya berfikir, mengapa internet menjadi media sirkulasi empuk dalam penyebaran berita-berita hoax, apalagi di tahun pemilu ?
Dari data-data tersebut, inilah yang kemudian menjadi bukti bahwa berita hoax semakin mudah untuk diakses dan diterima, disebabkan karena kurangnya pertimbangan dan pemahaman terhadap isi berita yang ada di dalamnya, disertai dengan beberapa alasan. Diantaranya kurangnya sikap kemauan untuk membaca terlebih dahulu ketika menerima informasi, bersikap masa bodo yang penting membagikan informasi apa yang didapat, dengan kemudahan bertindak yang ditawarkan oleh media gadget, sekali sentuhan jari dan mengklik tombol share ke beberapa kontak yang ada di smartphone masing-masing person.
Banyaknya kasus-kasus berita hoax yang timbul tenggelam dalam setiap masanya. Apalagi di tahun politik, kian hari kian memanas berita dan informasi yang coba dijajakan oleh media internet. Baik dari kubu 01 ataupun 02 melakukan aksi kampanye guna untuk mensosialisasikan visi misinya. 17 April tinggal menghitung bulan, berbagai kegiatan mulai dilakukan oleh setiap kandidat, dari blusukan disetiap daerah yang ada di Indonesia, bahkan mungkin setiap kandidat sudah memetakan sendiri daerah mana yang akan menjadi target kampaye, sebab setiap kandidat tidak pernah ditemukan secara bersama-sama dalam satu lokasi yang disamabangi dan menjadi titik lokasi kampanye. Hal ini membuktikan mereka mempunya strategi masing-masing untuk memenangkan pemilihan ini.
Baca Juga
Setiap masyarakat mengeluh-eluhkan pemimpin yang adil dan bijaksana, serta berada dipihak masyarakat, sehingga ketika ada kandidat yang mampu mengambil hati rakyat, maka rakyat akan welcome dan siap untuk memilih serta berjuang untuk ikut serta berkampanye. Tidak bisa dipungkiri dua kandidat yang maju pada pemilihan presiden kali ini bukanlah sosok yang baru, sebab calon presiden pada tahun ini adalah sosok yang sama pada pemilihan presiden periode lalu, yang membedakan adalah wapresnya. Masing-masing memiliki karakteristik baik dari sisi capres dan juga wapres. Kampanye sehat, berusaha untuk diwujudkan oleh setiap kandidat agar bisa memenangkan pemilihan presiden tahun 2019 ini, namun ada-ada saja cara dari beberapa pihak yang tidak menyukai dari para kandidat yang maju sebagai presiden. Informasi-informasi yang mengandung unsur hoax pun selalu mencoba untuk dihadirkan pada setiap pemilu dan tujuannya tidak lain adalah untuk membuat salah satu kandidat unggul dari yang lain serta mendapatkan citra baik di mata masyarakat.
Berita atau informasi yang mengadung unsur hoax dengan mudah tersebarluaskan di media sosail secara masif. Apalagi teknologi elektronik smartphone yang mudah dibawa kemana-mana begitupula cara mengoperasikannya cukup mudah dan bisa dilakukan oleh siapapun tanpa melihat umur kedewasaann, yang dibutuhkan hanya sentuhan jari.
Hal ini juga membuka peluang besar bagi pembisnis yang membuat informasi hoax, sebab semakin krusial masalah-masalah yang coba dibenturkan mengenai isu-isu yang ada pada setiap kandidat, maka akan menyulut emosi setiap pendukung dari masing-masing kandidat. Sehingga pada akhirnya akan membuat tatanan sosial yang amburadul dan terjadinya dehumanisasi. Namun ini malah yang akan menjadi profit bagi penyebar berita hoax itu sendiri, sebab semakin banyak yang membuka dan menyebarkan informasi link hoax tersebut, maka akan banyak pula iklan yang masuk pada web yang mempunyai situs tersebut. Meskipun usaha pemerintah juga sudah ditegakkan dengan memblokir beberapa akun-akun yang terjaring pada penyebar hoax diantaranya postmetro.co, nusanews.com, portalpiyungan.co dan NBCIndonesia.com. Namun pelaku penyebar hoax tidak gencar dan jera dengan pemblokiran yang dilakukan pemerintah, sebab dengan mudah mereka akan mampu membuat situs baru, tentunya dengan pencapaian omset lumayan yang bisa mereka peroleh kembali dari penyebaran hoax.
Berbagai kebijakan mulai dari hukuman-hukuman yang diancamkan dalam beberapa pasal yang ada di UU mengenai penyebaran berita hoax, sepertinya hal ini juga belum bisa dikatakan maksimal, sebab berita hoax masih mampu merajai dan menguasai media sosial serta media raksaksa google juga belum mampu 100% untuk menghapus dan mengidentifikasi serta memberi sanksi terhadap portal-portal penyebar infromasi hoax.
Sebut saja, ada beberapa berita-berita hoax di tahun pemilu 2019 ini yang sempat memanas mengenai Cawapres Ma’ruf Amin hanya dimanfaatkan untuk mendulang suara dan sebentar lagi akan digantikan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan berita hoax yang kedua yaitu tujuh kontainer surat suara yang sudah dicoblos kemudian menyusul berita mengenai sandiwara Sandiaga Uno. Lantas bagaimana penyebaran berita hoax ini bisa dengan mudah diterima oleh kalangan masyarakat dan langsung menelannya mentah-mentah tanpa harus memverifikasi apakah berita tersebut benar adanya atau hanya hoax ?
Inilah yang kemudian membuat saya merasa geram dengan banyaknya informasi hoax yang tidak bisa lagi dibendung, belum lagi masyarakat yang belum mampu dengan baik untuk melakakukan pengecekan terhadap berita yang diterima. Namun di sisi lain para penyebar hoax juga sebaiknya mampu di tanggulangi dan diberhentikan dari pekerjaan yang mampu meruntuhkan pondasi-pondasi pembangunan nasional, dari segi sosial, kesatuan, ekonomi dan kesejahteraan. Sebab pembangunan nasional mampu diwujudkan dengan adanya saling percaya antar masyarakat dan adanya sikap gotong royong yang selalu dibangun untuk menjadikan negara Indonesia yang berkeadilan, damai dalam segala situasi, terutama pada masa pemilu 2019.
Untuk mengatasi berita-berita hoax, perlu adanya kerjasama antar setiap elemen pemerintah, pendidik, masayarakat maupun individu-individu yang ada di dalam masyarakat, agar terlibat sebagai salah satu yang mampu memenjarakan hoax dengan membaca terlebih dahulu secara cermat setiap berita yang dibaca, jika mengandung unsur kebencian, hasutan dan provokasi, maka segera dihapus dan tidak menyebarkannya. Jika perlu menshare dan memberitahukan kepada msyarakat ciri-ciri berita hoax agar sedini mungkin untuk dihindari dan jika berita tersebut permasalahannya sangat krusial maka segera laporkan pada pihak-pihak yang berwajib untuk segera ditanggulangi. Apakah kita sebagai individu yang memiliki kapasitas ilmu pengetahuan akan diam saja melihat perkembangbiakan dari berita hoax ? jika punya cara untuk memenjarakan hoax, mari lakukan bersama !