Oleh : Muhammad Rafli
Menjelang pesta demokrasi yang akan dilaksanakan pada April 2019 ini. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa perang lewat sosial media sudah mulai gencar dilakukan baik dari kubu 01 maupun 02. Media sosial yang awalnya kita tahu menjadi wadah untuk bersosialisasi dan berekspresi. Kini telah berubah menjadi media yang dimanfaatkan untuk menyebar isu-isu lawan politik yang belum tentu kebenarannya atau yang kita kenal dengan berita hoax. Beberapa akun yang mempunyai banyak pengikutpun sudah menjadi simpatisan dari salah satu calon. Lalu, apakah mungkin hoax bisa kita lawan pada pesta demokrasi ini?
Kita mengetahui bahwa Hoax merupakan informasi atau berita yang berisi hal-hal yang belum pasti atau yang benar-benar bukan merupakan fakta yang terjadi. Berdasarkan survey Mastel (2017) yang dilakukan pada 1.146 responden, ditemukan bahwa 44,3 % diantara responden tersebut menerima berita hoax setiap hari dan 17,2 % menerima lebih dari satu kali dalam sehari. Ini menandakan bahwa berita hoax setiap hari itu ada bahkan lebih dari satu kali disebarkan dan diterima oleh orang. Apalagi menjelang pemilu di tahun 2019 ini, mungkin saja penyebaran berita hoax akan bertambah dua atau tiga kali lipat setiap harinya dengan berbagai macam cara media penyaluran dan jenis beritanya.
Baca Juga
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mastel (2017) menyebutkan bahwa saluran yang paling banyak digunakan dalam penyebaran hoax adalah lewat Facebook, Twitter, Instagram dan Path yang mencapai 92,40 %. Sedangkan situs web sebesar 34,90% dan aplikasi chatting seperti whatsapp, line dan telegram mencapau 62,80 %. Ini menandakan bahwasanya hampir setiap media sosial yang kita gunakan hari ini berkemungkinan banyak tersebar berita hoax. Cara untuk melawan berita hoax itu sendiri adalah dengan menjadi pengguna sosial media yang cerdas dan pandai dalam memilah informasi. Sebab, jika tidak cerdas kita dapat menjadi korban dari berita hoax atau tanpa sadar akan menjadi pelaku penyebaran berita hoax.
Pemerintah sudah mengeluarkan suatu undang-undang untuk mengurangi penyebaran berita hoax ini , yang biasa kita kenal dengan UU ITE. Bunyi dari undang-undang ITE tersebut pada pasal 28 UU ITE menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik akan dikenakan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Dalam undang-undang ini jelas disimpulkan bahwa apabila ada orang atau pihak yang melakukan penyebaran berita bohong dapat dikenakan suatu hukum pidana atau denda. Dan hingga kini, tidak sedikit yang telah menjadi tersangka dalam kasus penyebaran berita hoax ini.
Beberapa isu-isu pun sering menyebabkan keresahan publik dari adanya berita hoax tersebut. Contohnya Isu tentang penyerangan ulama yang dilakukan oleh orang gila di suatu wilayah. Yang menyebabkan di wilayah tersebut harus melakukan razia terhadap semua orang gila yang ada. Hal-hal seperti ini yang akan membuat bangsa Indonesia terpecah belah. Karena target dari berita hoax tersebut adalah ulama yang menjadi orang yang sangat dihargai dan dijunjung tinggi oleh umat islam di Indonesia. Apalagi menjelang pesta demokrasi di bulan April tahun 2019 ini, masing-masing kubu dari calon presiden kita mulai melakukan penyerangan-penyerangan berita yang belum tentu kebenaranya. Siapapun bisa menjadi korban dan siapapun bisa menjadi pelaku.
Menjaga Indonesia untuk tetap utuh merupakan tugas kita semua. Baik itu sebagai rakyat biasa, kalangan pelajar, maupun elit pemerintah pun wajib mejaga keutuhan Negara kita. Namun, dalam menghadapi pemilu di tahun 2019 perpecahan dan pembagian kubu-kubu pun tentu tidak dapat dihindari. Menjadi pengguna sosial media yang baik dan pemilih yang cerdas adalah solusinya untuk menjadi pemilu tetap damai, berkualitas, bermartabat serta untuk mewujudkan keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia.
Menjadi pengguna sosial media yang baik bisa dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara yang dapat kita lakukan adalah dengan cara berhati-hati terhadap judul berita yang provokatif. Lebih baik baca dan cari kebenarannya terlebih dahulu sebelum membagikannya ke orang lain, Cermati alamat situs berita yang menyebarkan berita tersebut, apakah situs tersebut adalah resmi dari dewan pers atau opini dari perorangan semata yang jelas merupakan simpatisan keras salah satu calon. Terakhir jika berita itu berupa foto ataupun video, periksalah kebenaranya apakah ada besar kemungkinan editan atau memang kejadiannya seperti itu.
Jadilah pemilih yang cerdas dengan melihat dan memahami visi misi masing-masing calon. Amati dan telusuri track record mereka dengan melihat dari berbagai macam sumber yang ada. Perhatikan dan ikuti debat dari awal hingga akhir, dari sanalah kita tahu bagaimana keluwesan pola pikir dan kewibawaan calon pemimpin kita nantinya. Telusuri rekam jejak digital dari masing-masing calon namun tetaplah memfilter informasi yang diterima dan jadikan selalu bahan pertimbangan untuk melihat informasi lain yang lebih mungkin kebenaranya.
Pada akhirnya, kita harus sadar tahun ini adalah tahun politik. Dibutuhkan kedewasan dalam pola pikir dan kelapangan hati dalam melihat dan memahami beberapa informasi yang beredar menjelang pesta demokrasi ini. Suatu keniscayaan bahwa berita yang beredar tidak akan pernah luput dari penyerangan terhadap lawan politik dan berita hoax. Jadilah pengguna sosial media yang baik dengan melihat fakta dari informasi yang beredar, memfilter terlebih dahulu sebelum membagikan. Selain itu jadilah pemilih yang cerdas sehingga menghasilkan pilihan yang baik sehingga membawa kebaikan untuk Indonesia lima tahun ke depan.