Oleh : Sabby Kosay
HUT Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang diklaim akan dilaksanakan tanggal 1 Desember dinilai sejumlah warga cukup meresahkan. Masyarakat pun sepakat menolak OPM mengingat OPM dikenal sebagai kelompok perusuh yang sering menganiaya warga.
Kabar akan dilaksanakannya ulang tahun organisasi radikal OPM 1 Desember telah banyak diberitakan. Tak hanya membuat resah sejumlah warga namun juga pemerintahan Indonesia. Pasalnya, organisasi ini merupakan kelompok yang paling getol menyuarakan kemerdekaan bagi Papua, secara halus maupun kasar. Sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Bahkan, kekejiannya hingga tega menghilangkan nyawa akan mereka lakukan.
Baca Juga
Berbagai penolakan akan peringatan HUT ini juga datang dari Tokoh Masyarakat Papua Nugini (PNG), Ray Tanji. Menolak kedatangan para militan separatis Papua di daerahnya. Pihaknya juga meminta aparat keamanan guna memulangkan mereka ke Jayapura. Sebab, kehadiran mereka sangat meresahkan dan juga menimbulkan masalah bagi warga PNG. Pihaknya juga meminta aparat untuk menyelidiki kegiatan para aktivis Papua, demi menjaga keamanan dan kenyamanan warga setempat. Ia meminta aparat PNG untuk menyelidiki kehadiran dan aktivitas elemen separatis Papua demi menjaga keamanan warga setempat.
Sebelumnya, Pada 1 Oktober lalu, dilaporkan terjadi kontak senjata antara aparat militer RI dengan elemen gerakan separatis Papua. Akibatnya, pihak berwenang langsung menutup jalan perbatasan Indonesia – PNG di wilayah Skouw – Wutung, pada distrik Muara Tami kota Jayapura. Gerakan separatis ini memang seringkali membuat warga cemas dan takut. Bisa saja saat acara ulang tahun organisasi mereka akan melancarkan tindakan makar atau sejenisnya yang membahayakan.
Sementara itu, Setelah surat terbuka dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) tak ditanggapi oleh pemerintah Indonesia. Kini menjelang HUT OPM, kelompok menyimpang ini lagi-lagi mendesak pemerintah Indonesia. Agar Indonesia mau berunding lagi terkait kemerdekaan yang mereka minta.
OPM menyatakan bahwa mereka ingin meminta pengakuan pemerintah RI dan juga PBB terhadap Proklamasi 1 Juli 1971. Sebab pihaknya menilai jika secara de facto de jure, proklamasi telah diakui, bahkan sudah buka kantor perwakilan di negara Senegal, Afrika Barat. Desakan OPM terhadap pemerintah Indonesia bukanlah yang pertama kali terjadi. Tahun lalu saja, OPM ditengarai mengirim surat terbuka untuk Presiden Jokowi. Namun, tetap tidak ditanggapi. Yang mana isi suratnya adalah pernyataan akan penolakan pembangunan infrastruktur di wilayah Papua Barat.
OPM saat ini tengah berjuang untuk memperoleh pengakuan hak politik kemerdekaan bangsa Papua yakni berupa right to self determination (hak menentukan nasib sendiri) terhadap proklamasi 1 Juli 1971. Menurutnya, proklamasi tersebut mementahkan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Sehingga mereka berjuang sesuai rencana untuk mendapatkan kemerdekaan penuh dari pemerintahan RI.
Peringatan HUT OPM pada 1 Desember ini biasanya dirayakan di pos-pos TPNPB-OPM. Salah satunya dengan melakukan pengibaran bendera Bintang Kejora.
Sementara untuk sebagian orang Papua yang tinggal di wilayah perkotaan akan memperingatinya dengan cara melakukan ibadah doa yang dibarengi dengan kegiatan diskusi atau seminar. Kegiatan peringatan semacam ini diklaim sudah dilaksanakan selama puluhan tahun. Namun, 1 Desember itu sebetulnya bukanlah proklamasi, melainkan hari saat para tokoh Papua beserta pemerintah Belanda mengumumkan embrio negara. Kemudian Proklamasinya terjadi pada 1 Juli 1971, maka OPM berjuang mati-matian agar mendapatkan pengakuan ini.
Di lain pihak, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Cpl Eko Daryanto menyatakan tidak berencana menggelar pengamanan secara khusus menjelang HUT OPM ini. Kendati demikian, pihaknya tetap memerintahkan kepada semua jajarannya guna meningkatkan kewaspadaan petugas yang berada di seluruh wilayah Papua. T
kepada masyarakat agar tidak termakan isu-isu provokatif terkait acara ini. Selain itu, masyarakat juga diminta untk menghindari daerah-daerah rawan, seperti pegunungan dan kawasan yang dipergunakan sebagai basis OPM. Yakni, Nduga, Kabupaten Puncak, dan distrik Ilaga. Imbauan ini juga bertujuan untuk mengurangi kerugian yang bisa berdampak pada instabilitas kondisi keamanan.
Bukan hanya warga Papua saja, imbauan pemerintah juga mencakup seluruh elemen masyarakat di Nusantara. Agar terus meningkatkan kewaspadaan akan hal ini. Apalagi berita-berita yang menghiasi media sosial yang terkadang menyimpang. Lebih lanjut, persatuan dan kesatuan tetap harus diperkokoh, sebab tak akan ada pihak manapun yang mampu memisahkan Papua dari NKRI.