Penulis : Amalia Insani (Mahasiswi Ekonomi Syariah STEI Tazkia)
KataIndonesia.com – Banyak pihak menilai KH Ma’ruf Amin tak memiliki kemampuan mumpuni dalam bidang ekonomi. Beberapa pemberitaan menyebut kemampuan Ma’ruf kalah dibandingkan dengan pesaingnya, Sandiaga Uno.
Selama ini, orang-orang memang fokus pada sosok Ma’ruf Amin dalam kapasitasnya sebagai seorang ulama. Tak banyak yang tahu bahwa Ma’ruf Amin juga merupakan seorang ekonom. Jika ditarik lebih jauh, Ma’ruf Amin sebenarnya sudah malang melintang dalam bidang ekonomi. Ia merupakan Lulusan S1 Fakultas Ushuluddin Universitas Ibnu Kholdun, Jakarta tahun 1967.
Baca Juga
Ia juga menerima gelar Doktor Honoris Causa pada bidang Hukum Ekonomi Syariah dari Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2012. Dalam hal perbankan, Ma’ruf juga ikut terlibat dalam mengemban berbagai jabatan sebagai dewan pengawas syariah di berbagai bank dan asuransi syariah.
Di antaranya Bank Muammalat, Bank BNI Syariah, dan Bank Mega Syariah. Ma’ruf juga turut berperan penting dalam pembentukan perbankan syariah di Indonesia. Lamanya ia berkecimpung dalam dunia politik dan ekonomi, turut serta membentuk pemikirannya dalam perspektif ekonomi, utamanya ekonomi syariah.
Pemikirannya itu sempat disampaikan pada saat pengukuhan Guru Besar Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur pada Mei 2017.
Dalam pandangannya, Ma’ruf menyoroti pengaruh fatwa MUI – organisasi yang diketuainya – terkait hukum bunga perbankan yang dianggap riba yang kemudian menyuburkan sektor ekonomi syariah. Fatwa itu juga mengakibatkan pemerintah menerbitkan beberapa peraturan seperti Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara dan Undang-Undang Perbankan Syariah.
Ma’ruf Amin juga menyambut baik usaha pemerintah yang memulai pengembangan ekonomi syariah sebagai bagian dari peningkatkan ekonomi nasional. Di luar instrumen keuangan syariah, Ma’ruf juga masih berharap dengan pengembangan sektor ekonomi syariah lainnya, misalnya pada sektor bisnis syariah dan pariwisata syariah.
Keahlian Ma’ruf di bidang ekonomi syariah tentu saja menjadi nilai positif tersendiri. Pertanyaannya kemudian adalah apakah model ekonomi yang demikian mampu menjawab tantangan ekonomi Jokowi? Faktanya, ekonomi syariah atau ekonomi halal merupakan sebuah arus perekonomian baru yang berpotensi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi global. Potensi tersebut dapat dilihat dari dua hal.
Pertama, semakin meningkatnnya pertumbuhan populasi muslim dunia yang diperkirakan akan mencapai 27,5 persen dari total populasi dunia pada tahun 2030. Konsep Ekonomi syariah kini memang berkembang pesat di dunia internasional. Perkembangan ini nampak pada peningkatan volume produk halal global yang pada tahun 2015 mampu mencapai US$ 3,5 triliun (Rp 51 ribu triliun) dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai US$ 6,3 triliun (Rp 91 ribu triliun) pada 2021.
Selain itu, ekonomi syariah bukan konsep eksklusif untuk umat Islam saja, tetapi konsep inklusif yang secara aktif melibatkan seluruh masyarakat dalam roda perekonomian.
Hal ini memicu berbagai negara di dunia untuk berlomba memanfaatkan peluang yang ada dan jadi pemain utama di industri halal global. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada negara dengan penduduk mayoritas muslim, tapi juga di negara lain seperti Inggris, Jepang, Tiongkok, Korea Selatan dan Thailand.
Indonesia sendiri memiliki potensi besar sebagai pemain kunci dalam ekonomi global. Saat ini, Indonesia masih menjadi importir produk makanan industri halal terbesar keempat di dunia, dan jadi pasar produk wisata, obat, kosmetik halal dan fashion syariah global. Jika masih bergantung pada impor, maka akan memperlebar defisit transaksi berjalan dan menekan posisi neraca pembayaran.
Selain itu, Ma’ruf menyoroti pendekatan ekonomi dengan strategi pembangunan ekonomi Indonesia ke depan dan menamai gagasan tersebut dengan ‘Arus Baru Ekonomi Indonesia’ atau Ma’rufnomics untuk kedepannya. Berdasarkan penjelasan beliau, Ma’rufnomicsd isandarkan kepada Sila ke-5 Pancasila yang wujudnya adalah ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial.
Titik penekanannya adalah dengan meratakan kesenjangan antara si kaya dengan si miskin, yang kuat dengan yang lemah, antar daerah dan antar produk lokal dengan global. Serta, membangun yang lemah bukan dengan melemahkan yang kuat, apalagi dengan membenturkan yang lemah dengan yang kuat.
Sehingga output-nya adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat guna mewujudkan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan. Jika hal itu bisa dilakukan, dalam pandangan Ma’ruf, maka Indonesia bisa menjadi pemain kunci dalam mengembangkan ekonomi syariah dalam dunia internasional.
Melihat data-data di atas, ekonomi syariah memiliki prospek yang cerah ke depannya. Tentu saja hal ini bisa menguntungkan Ma’ruf Amin secara politik sebagai ahli dalam bidang tersebut. Keahliannya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kemajuan ekonomi nasional dan sebagai bentuk strategi politik yang digunakan untuk mengamankan konstituennya yang selama ini masih menyangsikan kemampuan Jokowi-Ma’ruf sebagai pasangan yang mumpuni dalam bidang ekonomi.
Dalam hal ini, strategi mempromosikan Ma’ruf sebagai tokoh ekonom syariah bisa menggiring konstituennya yang selama ini ada di zona abu-abu atau bahkan di kubu oposisi untuk menjatuhkan pilihannya kepada kubu Jokowi.