Oleh : Lutfi Safrudin (Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik)
Ada sesuatu yang aneh pasca pemilu 17 April 2019, dimana BPN Prabowo – Sandiaga dinilai tertutup dengan proses penghitungan suara yang mereka lakukan, meski pasangan tersebut sempat mendeklarasikan kemenangannya.
Hal tersebut tentu menjadi tanda tanya bagi banyak pihak, Sekretaris TKN Jokowi – Ma’ruf Amin juga mempertanyakan hal yang terkesan ditutupi oleh BPN tersebut.
“Sesuatu yang tertutup dan dirahasiakan, bagaimana melakukan klaim secara sepihak?” tutur Hasto.
Dirinya mengatakan, selama 8 bulan terakhir, masing – masing tim berkonsentrasi untuk pemenangan Pilpres 2019. Kini, katanya, sudah saatnya terbuka dengan rekapitulasi suara Pilpres 2019 dan merajut persatuan kembali untuk kepentingan bangsa dan negara.
“Sudah saatnya kita berpikir jernih bagi bangsa dan negara. Bagi yang tidak bersedia menunjukkan hasil rekapitulasinya dan tidak bersedia diaudit secara terbuka, sebaiknya hentikan klaim kemenangan sepihak itu,” tutur Hasto.
“Tapi kita bergandengan tangan untuk kepentingan bangsa,” tambahnya.
Sementara itu, merujuk pada hasil quick count berbagai lembaga survei, paslon nomor 01 Jokowi – Ma’ruf Amin masih tetap unggul sebagai pemenang.
Hasto pun meminta agar kubu Prabowo – Sandiaga tidak mengklaim kemenangan. Hal ini karena hasil akhir pemilu baru akan diumumkan oleh KPU selaku lembaga penyelenggara pemilu yang independen.
Dirinya pun tidak khawatir dengan klaim pemenangan tersebut. Sebab, ia menyatakan bahwa hal yang tak jauh berbeda juga pernah terjadi pada Pilpres 2014, dimana Prabowo Subianto sudah terlanjut sujud syukur atas klaim kemenangannya.
Di sisi lain, Hasto memprediksi Jokowi – Ma’ruf Amin akan memperoleh suara minimal di Pilpres 2019 sebesar 58 persen. Beberapa sumber suara Jokowi – Ma’ruf Amin diantaranya di Jateng, Jatim, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, hingga Kalimantan.
Meski Jokowi – Ma’ruf telah unggul dari berbagai hasil survey, Hasto juga menginstruksikan kepada anggota Koalisi Indonesia Kerja (KIK) bersama seluruh simpatisan untuk mengawal hasil resmi pemilu 2019.
Pihaknya menilai bahwa pengawalan suara harus dilakukan agar suara masyarakat pada Pilpres 2019 terjaga hingga hasil resmi pemungutan suara ditentukan KPU.
“Bagaimanapun juga, quick count barulah indikasi, dan dengan indikasi ini juga sebagai instrumen untuk mencegah terjadinya kecurangan pada tahap – tahap selanjutnya,” ujar Hasto.
Dirinya juga meminta agar seluruh kader PDIP dan KIK mengumpulkan foto dokumen C1 dari setiap TPS. Sehingga perolehan suara terjaga dengan baik hingga rekapitulasi selesai.
Kembali pada persoalan Klaim yang diusung oleh Prabowo, dimana dirinya merasa bahwa Maklumat kemenangan belum cukup, dimana ia sempat mengumumkan kemenangannya dengan angka 62 persen.
Hal ini tentu wajar apabila banyak pihak yang mempertanyakan tentang cara perhitungan yang dilakukan oleh BPN, dimana saja mereka mengambil sampel. Namun yang menjadi sebuah keheranan, pendukung Prabowo – Sandi masih saja sanggup menelan informasi yang sedemikian rupa tanpa menyaring ataupun perbandingan data. Tentu kita masih ingat dengan orasi Prabowo yang mengatakan ‘matikan saja Tv-nya’.
Jika BPN memiliki ahli statistik yang hebat, tentunya ia akan menunjukkan hasil perhitungannya sebagai perbandingan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei, jika tidak, darimana angka 62 persen tersebut, akankah kubu Prabowo – Sandi membual, seperti kasus ratna sarumpaet yang sempat mengaku bahwa dirinya dimata – matai dan dikeroyok, namun ternyata dirinya baru saja menjalani operasi plastik.
Kita patut curiga dengan hasil survei versi kubu Prabowo, bagaimana jika 50 persen data yang masuk berasal dari basis pendukung Prabowo – Sandi, jika pondasi sebaran datanya demikian tentu yang melakukan survei tersebut tidak lulus sidang skripsinya. Dan apabila hal ini terjadi, maka data yang digaungkan berlandaskan “asal bapak senang,”. Dengan deklarasi, sujud syukur lalu melakukan berbagai upaya untuk mendelegitimasi KPU.
Kecurigaan yang lain muncul, apakah Prabowo dan BPN tidak menyadari, bahwa faktanya sejak pemilu 2004, metode quick count telah dilakukan di Indonesia, dan mampu menunjukkan hasil yang akurat.
Pada akhirnya, akan menjadi sesuatu yang pahit dan memalukan, apabila hasil hitung cepat dari lembaga survei eksternal yang tepat, dan sesuai dengan hasil penghitungan KPU. Apalagi Prabowo telah mendeklarasikan diri menang, dan semua pendukungnya mempercayainya.
Penghapusan Utang UMKM, Peluang Kebangkitan Pengusaha Indonesia Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor…
Presiden Prabowo Subianto terus mengokohkan posisi Indonesia dalam ekonomi global melalui diplomasi ekonomi yang…
Kunjungan Luar Negeri Presiden Prabowo Hasilkan Kesepakatan Penting Untuk Wujudkan Pemerataan Ekonomi JAKARTA — Dalam…
Apresiasi Peran Pers Tingkatkan Partisipasi Pemilih dalam Pilkada Oleh: Mohammad Jasin Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)…
Tokoh Agama Berperan Penting Wujudkan Kondusivitas Pilkada Para tokoh agama di seluruh Indonesia kembali meneguhkan…
Calon gubernur Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung berharap, Gubernur Jakarta periode 2017-2022 Anies Baswedan…