KST Tembaki Pesawat, Bantuan Musibah Kekeringan di Kabupaten Puncak Papua Terhambat
Oleh : Pras Yauw Hehanussa
Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua semakin hari semakin menghambat kemajuan Bumi Cenderawasih hingga datangnya bantuan dari Pemerintah RI di Kabupaten Puncak yang turut terhambat.
Baca Juga
Pemerintah RI sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo sudah memprioritaskan pembangunan negeri, khususnya di Tanah Papua, namun memang ada saja ulah yang menghambat proses pembangunan tersebut, sehingga kemajuan peradaban ini juga menjadi terhambat dan melambat.
Usai berbagai rangkaian peristiwa penyanderaan Pilot Susi Air, Kapten Philips Mark Merthens oleh KST Papua yang dipimpin Egianus Kogoya itu membuat kondisi Kabupaten Puncak Papua menjadi tidak kondusif. Khususnya perjalanan udara disana yang terhambat karena KST Papua yang menembaki pesawat pengangkut bahan makanan dan penumpang, padahal itu ditujukan untuk masyarakat setempat.
Saluran bantuan menuju dua distrik wilayah Papua Pegunungan itu kini menjadi terhambat dan tidak dapat dilakukan akibat ulah KST yang semakin brutal dan tidak memikirkan kemanusiaan. Padahal, seperti yang diketahui bahwa saat ini Kabupaten Puncak Papua mengalami bencana kekeringan dan memerlukan bantuan dari luar untuk mengatasi hal tersebut, namun karena ke-egoisan semata kelompok brutal itu, bantuan menajdi sulit untuk masuk.
Bagaimana tidak, sebab tidak ada pesawat yang mau terbang menuju kesana untuk membawa bantuan yang sudah dipersiapkan yaitu, bahan makanan, minuman, hingga obat-obatan. Akibat dari ketidakkondusifan perjalanan udara yang diciptakan oleh KST Papua, bantuan tersebut akhirnya hanya melalui satu pintu masuk dan posko utama yaitu Distrik Sinak.
Bantuan tersebut pada akhirnya tidak merata dan hanya sampai di Distrik Sinak, padahal distrik lainnya juga sangat membutuhkan adanya bantuan tersebut.
Menurut Bupati Puncak, Willem Wandik perjalanan yang membawa bantuan tersebut dilanjutkan dengan berjalan kaki. Posko utama Distrik Sinak lalu berjalan kaki selama satu hari menuju Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi.
Bantuan dari Pemerintah RI tersebut dibawa oleh Tim Terpadu Pencegahan Bencana Kekeringan yang telah dibentuk melalui dukungan pemuda setempat. Perjalanan yang memakan waktu selama satu hari itu terlihat melelahkan untuk menuju 2 distrik. Sementara itu, Willem mengatakan bahwa ada sekitar 7.000 warga setempat yang turut terdampak kekeringan itu sudah pergi mengungsi ke Distrik Sinak, Ilaga, Timika, hingga ke Nabire. Tak hanya bencana kekeringan yang melanda Bumi Cendrawasih itu, ribuan warga juga terpaksa harus mengungsi akibat dari cuaca dingin yang sangat ekstrem di Indonesia saat ini, bahkan suhunya mencapai -9 derajat celcius dari suhu normal biasanya +4 derajat celcius.
Lebih parahnya lagi, disana saat ini juga tak diguyur oleh hujan, sehingga tanaman-tanaman menjadi cepat busuk, bahkan hingga mati. Bukan hanya tanaman, merambah ke hewan-hewan ternak yang mereka miliki juga mati. Adapun hewan yang masih tersisa pada akhirnya terpaksa disembelih untuk menjadi santapan masyarakat karena sudah tidak ada pilihan lain lagi, keduanya menjadi persoalan yang serius di tanah Papua.
Tidak berhenti sampai disitu, masyarakat setempat juga mulai terserang berbagai penyakit seperti diare, dikarenakan kekurangan stok air bersih, sebab tidak ada hujan dan mengalami kekeringan itu. Bupati Puncak, Willem Wandik juga sudah menyampaikan bahwa warganya kini paling membutuhkan makanan, namun belum ada yang menjamin bahwa pesawat aman masuk atau tidak. Bahkan, maskapai-maskapai pesawat tidak bisa masuk ke area sana. Willem juga menjelaskan bahwa ada bandara di Agandugume yang sudah dibangun dan diaspal, namun pasca penangkapan pilot, bantuan tidak bisa langsung mendarat di Agandugume.
Adanya berbagai penembakan tersebut membuat para pilot dan maskapai menjadi trauma dengan hal tersebut. Oleh sebab itu, pada akhirnya bantuan terkumpul hanya sampai di Distrik Sinak untuk kemudian dibawa dengan berjalan kaki menuju distrik lainnya. Sudah jelas bahwa, tindakan kejam yang dilakukan oleh KST Papua ini merugikan Kawasan Timur yang menghambat dukungan pemerintah, baik dari segi penyaluran bantuan, hingga dari segi pembangunan yang sudah direncanakan. Padahal, Pemerintah RI sudah membuat banyak rancangan untuk menumbuhkan wilayah Papua menjadi provinsi yang nantinya dapat bersaing dengan provinsi yang lainnya, akan tetapi dengan adanya ulah dari KST Papua inilah justru menghambat tumbuh kembang Papua.
Seharusnya, Egianus Kogoya bersama gerombolannya yang tergabung dalam KST Papua itu menyadari bahwa tindakan yang dilakukan ini amat sangat keliru, sebab justru akan mempersulit kehidupan dan rakyat di Kawasan Timur. Aksi-aksi yang digencarkannya itu memang bukan sekali dua kali saja, namun memang sudah sejak tahun 2017 silam dengan melakukan hal yang sama berulang-ulang. Sangat jelas bahwa ini sudah bukan tindakan biasa, melainkan sudah masuk level kejahatan yang harus diadili.
Mereka sudah memakan banyak korban, khususnya warga sipil yang tidak bersalah itu menjadi sasaran empuk kelompok separatis dan terorisme yang brutal ini. Di sisi lain, pemerintah RI sudah bergerak semaksimal mungkin untuk menangani kasus ini agar bisa mensejahterahkan rakyat Papua.
Namun, usaha dan upaya tersebut rupanya dihalang-halangi oleh KST Papua yang hanya mementingkan keegoisannya semata, bahkan gencar melakukan penyerangan dengan brutal, seperti penembakan hingga ditaraf pembunuhan.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua Tinggal di Kupang