Oleh : Ahmad Harris (Mahasiswa FISIP Universitas Dharma Agung)
KataIndonesia.com – Lagi-lagi, Sandiaga Uno menjadi buah bibir di tengah masyarakat. Sindirannya terhadap partai koalisi pendukung Prabowo-Sandi yaitu PAN, Demokrat dan PKS cukup fantastis dan mampu memancing perhatian. Pasalnya, dalam pengumuman pendapatan di Media Center Prabowo-Sandiaga, Sandiaga Uno menyampaikan detail dana pemasukan dan pengeluaran yang digunakan.
Menurutnya, total kampanye BPN yang terkumpul dalam periode 23 September – 28 Desember 2018 mencapai angka Rp 54 miliar. Sekitar Rp 39,5 miliar berasal dari kantong pribadi Sandi, Rp 13,05 miliar dari Prabowo dan Rp 1,3 miliar dari Gerindra. Sementara PAN, PKS dan Demokrat tercatat belum menyumbang sama sekali.
Baca Juga
Pengumuman tersebut seolah menyindir partai yang belum berkontribusi padahal Sandiaga Uno telah memberikan dana yang cukup besar. Pernyataan tersebut seperti sinyal keras bagi partai koalisi pendukung Prabowo-Sandi agar segera memberikan sumbangan mengingat Pilpres 2019 semakin dekat.
Sayangnya, sindiran tersebut ditepis oleh ketiga partai tersebut. Andi Arief mewakili Demokrat mengatakan, seharusnya Sandiaga Uno yang membantu dana kampanye karena telah berjanji. Begitu juga dengan PKS berpendapat bahwa tidak ada kewajiban partai politisi untuk membantu dana kampanye. Senada dengan PKS dan Demokrat, PAN menuturkan bahwa pihaknya sedang fokus dengan Pileg daripada Pilpres.
Pada dasarnya, alasan partai masuk akal dan logika. Memang partai koalisi tidak memiliki kewajiban apapun untuk menyumbang. Apalagi cawapres Prabowo bukan berasal dari salah satu partai koalisi sehingga tidak ada rasa tanggung jawab untuk mendukung dana kampanye. Dapat dikatakan Prabowo telah mengambil langkah blunder dengan memilih Sandiaga Uno.
Munculnya Sandiaga Uno sebagai Cawapres secara tidak langsung menjadikan Gerindra sebagai satu-satunya pengusung langsung dari Capres dan Cawapres. Mungkin, iming-iming Sandiaga Uno atas gelontoran dana membuat Prabowo buta bahwa ia butuh bantuan dari partai besar lain. Tentu tidak akan mungkin partai besar akan mendukung secara all out jika tidak ada kadernya yang langsung terlibat dalam Pilpres.
Berdasarkan fenomena kisruh dana kampanye ini, terlihat bahwa koalisi Prabowo-Sandi sedang dalam masa keretakan hubungan. Partai koalisi tidak lagi harmonis dalam mengusung dan memperjuangkan kemenangan Prabowo-Sandi.
Bukan tidak mungkin, partai koalisi juga memainkan politik standar ganda untuk menjaga elektabilitas serta perolehan kursi di legislatif. Melalui kejadian tersebut pula, masyarakat bisa melihat bahwa perjuangan yang sering digaungkan partai PKS, PAN, Demokrat merupakan isapan jempol belaka.
Bagaimana mungkin pihak pemenangan Prabowo Sandi meminta agar masyarakat memberikan sumbangan lima juta per orang sementara partai pengusungnya tidak rela memberikan sumbangan bahkan satu rupiahpun.
Tanpa disadari sindiran Sandi serta respon partai pengusung menunjukkan bahwa perjuangan yang selama ini digaungkan hanyalah untuk kepentingan partai semata, tidak secara all out untuk memenangkan Prabowo Sandi.
Permasalahan kisruh dana kampanye ini menjadi momentum jatuhnya Prabowo Sandi sebagai pasangan calon yang tidak solid dan didukung oleh koalisi sendiri. Oleh karenanya, masyarakat harus mulai mengambil sikap, apakah mendukung pasangan yang tidak solid dan hanya berdasarkan kepentingan pribadi atau justru mendukung pasangan yang solid dan berorientasi pada kepentingan negara. Jika pilihan tepat, niscaya Indonesia akan semakin maju dan berkembang.