Oleh : Rahmat Kartolo (Pengamat Masalah Sosial Politik)
Pemilu 17 April telah usai, namun berbagai upaya provokatif masih saja mewarnai hiruk pikuk demokrasi, mulai dari klaim pemenangan hanya dari hasil survey internal, sampai pada upaya delegitimasi KPU dengan berbagai berita hoax dan fitnah. Hal tersebut mendapatkan tanggapan dari Menkominfo Rudiantara.
Pihaknya menghimbau agar semua pihak menahan diri dan tidak menyebarkan hoax kepada KPU. Kemenkominfo dan KPU saat ini bekerjasama untuk memerangi penyebar hoax tersebut.
Baca Juga
Terkait penghitungan suara Pemilu 2019. Dia meminta agar semua pihak bersabar dan menunggu penghitungan suara manual, dari kecamatan, Kabupaten dan kota, hingga tingkat nasional.
“Ya biar bagaimanapun, kita harus tunggu yang legitimate angkanya, yaitu dari hasil perhitungan KPU. Manualnya sebetulnya kan ini dibawa dari TPS, kemudian dikumpulkan di kecamatan, Kabupaten, kota baru di-scan, di upload disini, nanti kertasnya nyusul belakangan. Tapi tunggulah apapun keputusan dari KPU dan yang lain jangan bikin manas – manasinlah,” tutur Rudiantara.
Dirinya juga mengatakan, bahwa kemenkominfo dan KPU telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menangani perihal hoax yang menyerang KPU. Dia meminta masyarakat agar menghargai kerja keras KPU.
“KPU kan memang lembaga yang independen untuk menyelenggarakan pemilu, ya kita hormatilah jangan dibikin hoax – hoax ke arah KPU. Kita hormati teman – teman, kasihan sudah kerja keras masih dilempar hoax juga,” tuturnya.
Hal senada juga digaungkan oleh Aktifis 98 yang juga mengingatkan agar kedua kubu menunggu hasil resmi dari KPU.
Aktifis yang merupakan bagian dari Perhimpunan Nasional Aktifis 98 (Pena98), Adian Napitulu menyebutkan bahwa hasil quick count 12 lembaga survei, sudah cukup membuktikan, bahwa Jokowi menang, tapi ingat rakyat harus mengawal komitmen keduanya untuk rakyat.
Dirinya juga mengingatkan kepada kelompok – kelompok yang kalah pada Pemilu untuk tidak terus menghembuskan isu dan mencoba – coba menggerakkan rakyat melalui kegiatan inkonstitusional “people power”.
Agus Harimurti Yudhoyono selaku Kogasma Partai Demokrat menghimbau kepada semua pihak untuk menghormati proses penghitungan suara yang sedang berjalan. Ia meminta agar proses ini dikawal agar tidak disalahgunakan.
Calon presiden petahana Jokowi, tampak enggan berlebihan merayakan kemenangan paslon 01 berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count. Hal ini tidak dilakukannya untuk menjaga agar tidak terjadi kericuhan.
Ketua KPU RI Arief Budiman, meminta kepada semua pihak untuk menjadikan pedoman hasil penghitungan suara yang diselenggarakan pihaknya. Sedangkan, untuk lembaga – lembaga survei yang melakukan hasil hitung cepat, cukuplah hanya dijadikan referensi, karena hasil survei tersebut bukanlah hasil resmi.
“Kalau ada quick count ada yang bikin exit poll, jadikan itu sebuah referensi. Jadikan itu sebagai sebuah informasi,” tutur Arief.
Pihaknya akan menetapkan hasil Pemilu 2019 secara nasional paling lama 35 hari pasca pemungutan suara, dengan demikian hasil resmi pemilu 2019 baru bisa diketahui paling lama 22 Mei 2019.
Apabila nanti terdapat keberatan terhadap hasil pemilu, Arief juga mempersilakan bagi pihak yang keberatan untuk mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi.
“Andaikan memang ada bukti yang cukup hasil itu tidak sesuai dengan yang anda lihat, anda yakini, ruang untuk mengajukan sengketa itu sudah disediakan juga. Sengketa hasil itu bisa diselesaikan di MK,” ujarnya.
Tentu dengan adanya sistem tersebut, ujaran kebencian tak perlu lagi ditujukan kepada siapapun, baik itu KPU, Bawaslu ataupun KPPS, Rasa persatuan haruslah kembali dirajut, jangan sampai hubungan antar tetangga jadi renggang hanya karena beda pilihan.
Presiden ke – 3 RI BJ Habibie, juga memohon kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk kembali bergandengan tangan dalam memajukan pembangunan pada berbagai sektor.
Meski quick count dapat menjadi referensi, sejumlah wartawan yang tergabung dalam perserikatan wartawan independen pro demokrasi (PWI-PD) mengingatkan kepada perusahaan atau lembaga survei untuk berhati – hati dalam melakukan hitung cepat dalam pemilu 2019. Karena hitung cepat yang manipulatif sangat beresiko dan dapat memecah belah bangsa.
Quick count tidak hanya membingungkan publik, tetapi juga bisa membuat benturan di masyarakat, hal tersebut dikarenakan quick count akan berdampak pada persepsi publik dan pada kualitas pemilu serta demokrasi di Indonesia. Untuk itu, langkah bijak yang bisa kita lakukan adalah menunggu hasil resmi dari KPU, tanpa mendelegitimasi lembaga independen tersebut.