Penggunaan media sosial sudah tidak bisa dibendung lagi, masyarakat dilanda kebingungan tersungkur dalam jurang ketidakpastian. Emosi yang kebablasan membuat resah kehidupan, apa yang sebenarnya dicari jika berniat hanya mencari sensasi. Memuat berbagai informasi tanpa ada verifikasi dan konfirmasi data yang akurat. Berita hoax, cuitan pedas, saling hujat antar kubu, bahkan fitnah telah berserakan secara masif dan kian popular. Hal ini tentu berpotensi adanya kericuhan.
Akan jadi seperti apa Negara Indonesia jika terus dicekoki dengan berita hoax? Memang tak mudah mengatasi jiwa yang selalu berburu informasi dan berlomba-lomba menjadi orang pertama yang menyebarkannya, sampai lupa melakukan filterisasi hingga sulit mengenali fakta yang sebenarnya terjadi. Informasi palsu yang tersebar semakin beringas saja dengan adanya media sosial sebagai tempat pelarian diri, jika sudah begini lantas siapa yang akan bertanggung jawab. Alih-alih berbagi informasi, tetapi tidak dilengkapi data yang pasti.
Hal ini juga menjadikan masyarakat kehilangan kepercayaannya pada pemerintah, seringkali pembuat berita hoax menyalahgunakan rasa empati masyarakat. Meskipun UU ITE sudah mengecam mengenai hukuman kepada orang-orang yang menyalahgunakan teknologi ataupun internet, tetap saja bagi penyebar berita hoax sulit diketahui siapa pelakunya. Banyak pihak yang dirugikan terlebih kaum awam, bahkan kaum terpelajar juga ikut teracuni oleh informasi palsu yang tersebar.
Baca Juga
Dilansir dari detik.com “Kami sudah menerima data sekitar 610 konten hoax”, ujar Ketua Bawaslu Abhan di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019). Mari menjadi pembaca serta penulis yang bijak dan kritis gunakan akal sehat, bacalah lebih dari satu informasi agar mengetahui kebenarannya. Jika tak suka jangan diutarakan melalui kebencian apalagi dengan menyebarkan berita yang tidak benar. Lebih baik saling menghormati dan menghargai, jauh lebih baik lagi jika saling mendukung itu lebih terpuji.
Mendekati Pemilu tentu banyak berita simpang-siur yang tersebar, tetapi disisi lain dari permasalahan ini melalui Pemilu 2019 banyak harapan rakyat yang terpendam. Perbedaan pilihan itu pasti namun yang perlu diperhatikan bagaimana cara kita menyikapi. Jangan asal memilih, pilihlah sesuai dengan naluri dan lihat visi misi. Saling menjaga kedamaian, tidak melakukan politik uang, pilitisasi sara dan berita hoax. Penyelenggara pemilu beserta masyarakat harus turut andil dalam bersikap jujur, adil, dan rahasia. Supaya tercipta pemilu yang tertib, aman, damai, dan bermartabat.
Definisi pemimpin yang diharapkan rakyat, tentu bukan lagi mempersoalkan tentang betapa gagahnya beliau dan berasal dari keluarga mana. Namun, bagaimana beliau mewujudkan progressnya untuk Indonesia yang memang sedang dalam tahap pembangunan baik dari segi sosial, ekonomi, politik, teknologi dan pendidikan.
Di zaman sekarang sudah tak ada larangan lagi dalam mengeluarkan pendapat, sekalipun dilontarkan dalam media sosial. Jadilah masyarakat yang melek media, dan cukup pergunakan jemari tangan dengan benar mengetiklah sesuai nalar. Bersama-sama saling menjaga perasaan, itulah wujud kedewasaan. Karena wujud Indonesia di masa mendatang hanya kita yang dapat menilai.
Sebagai masyarakat yang cerdas harus lebih selekif lagi dalam membaca, jangan dulu berpuas diri ketika disuguhi sebuah informasi. Sebaliknya jika akan memberikan informasi kepada publik berikanlah informasi sesuai data yang akurat, bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Gunakanlah rasa empati, jangan sampai melukai. karena apa yang kita tanam hari ini itulah yang akan kita tuai dikemudian hari. Bagaimana sudah siap menjadi pengguna media sosial yang bijak dan kritis?