Oleh: Rifqi Mantemas (Blogger/Mahasiswa IAIN Manado Sulawesi Utara)
Generasi Milenial merupakan generasi yang dinilai paling rentan tertelan berita bohong atau hoax.
Berdasarkan survei We Are Social pada tahun 2017 sekitar 18% pengguna media sosial merupakan pelajar berusia 13 hingga 17 tahun. Pada akhir tahun 2016 tercatat 800 ribu situs terindikasi menyebarkan hoax dan ujar kebencian.
Baca Juga
Kondisi ini sangat disayangkan karena media sosial yang seharusnya menjadi wadah edukasi demokrasi malah diisi oleh orang orang yang tidak cerdas dalam bermedia sosial.
Generasi Milenial harus mampu mengidentifikasi berita hoax karena akibat yang ditimbulkan berita bohong ini sangat memprihatikan.
Selain memberikan dampak negatif bagi semua pihak, berita bohong juga mampu memprovikasi dan agitasi negatif. Menyulut kebencian, kemarahan, pemberontakan, dan perpecahan.
Berita bohong biasanya berisi informasi reputasi buruk pada seseorang maupun sesuatu, menyebarkan fitnah, dan menyebarkan informasi yang salah.
Berita hoax meningkat saat musim Pemilu. Bertujuan untuk menjatuhkan lawan, membuat berita bohong sehingga memicu emosi Milenial naik pitam.
Sehingga ketika emosi sudah termaksimalkan dipancing berita bohong, peluang besar para pemuda membuat kerusuhan sosial sehingga terciptanya perpecahan dan kekacauan di tengah tengah masyarakat.
Sebagai generasi muda penguat Bangsa, Milenial harus menciptakan kondisi kondusif dilingkungan masyarakat terutama dalam menentukan terpilihnya pemimpin yang dapat menyatukan bangsa dan peduli dengan rakyatnya.
Untuk menangkal berita hoax maka kaum muda terpelajar diajak untuk aktif melaporkan kepada pihak berwenang dengan mengirim bukti berita.
Karena pemuda adalah waktu yang tepat untuk penanaman integritas menjadi pemimpin Nasional yang didambakan dimasa depan. Oleh karena itu mari lawan hoax dan gunakan hak pilih dengan cerdas untuk Indonesia Maju serta jaga persatuan bangsa.