Kepemimpinan, kekuasaan, dan kekayaan dapat disebut sebagai titik buta manusia, banyak manusia yang lalai dan sewenang-wenang menjalankan hal apapun jika sudah mendapatkan tiga unsur tersebut. Sama halnya dengan apa yang kita alami selama ini, Jokowi, pemimpin NKRI mulai menyelewengkan kekuatannya sebagai Presiden demi kepentingan dirinya dan keluarganya sendiri. Hasilnya, demokrasi di Indonesia menjadi terbengkalai dan tinggal nama.
Mengetahui hal tersebut, alumni Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor tak bisa hanya diam dan menyaksikan Indonesia dihancurkan oleh pemimpin tak becus seperti itu. Alumin Gontor memutuskan untuk melawan ketidakadilan ini dengan menyatakan beberapa desakan kepada Jokowi dan sebuah petisi yang bernarasikan “Petisi alumni Gontor untuk selamatkan demokrasi”
“Cita-cita reformasi masih harus diselamatkan. Pelanggaran etika berat di Mahkamah Konstitusi, pelanggaran etika oleh ketua KPU dan anggotanya, ketidaknetralan penyelenggara negara, politisasi bansos, pengerahan aparatur desa, dan serangkaian kecurangan pemilu menjadi ancaman yang sangat serius dan berbahaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.” Ujar Muhammad Afton Lubi, salah satu dari 5 perwakilan alumni Gontor (7/2/2024).
Baca Juga
Masyarakat Indonesia sampai saat ini dibuat sangat kebingungan dan marah besar atas semua kecurangan yang dilakukan oleh elite politik. Dibuat bingung karena kecurangan ini jelas terjadi di depan mata, namun tak ada satupun elite politik yang berani menentang dan menjegal kecurangan-kecurangan ini dan tentunya dibuat marah besar karena elite politik tersebut tidak pernah memikirkan kepentingan rakyatnya, hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri demi meraup kekuasaan dan kekayaan yang lebih. Saking buruknya demokrasi di Indonesia, pemimpin nomor satu di Indonesia juga dengan tak punya malu, ikut melangsungkan kecurangan politik tersebut.
Para alumni Gontor yang tak terima negerinya diobrak-abrik, membuat petisi demi selamatkan demokrasi bangsa.
“Satu, mendesak Presiden Jokowi untuk netral dan tidak menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan anaknya dalam pemilu. Dua, mendesak bawaslu untuk menjalankan tugas sebaik-baiknya sebagai garda terdepan pengawasan pemilu, jika bawaslu sewenang-wenang dalam menjalankan tugas maka rakyat siap bergerak menjadi pengawas dan pengadil jalanan. Alumni Gontor memperingatkan kepada seluruh aparatur negara untuk menjunjung tinggi etika, moral, dan netralitas dalam pemilu 2024 agar menjadi pemilu yang adil.” Jelasnya.
Desakan ini menambah koleksi desakan Jokowi setelah beberapa instansi pendidikan juga mendesak Jokowi untuk menyelamatkan keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Desakan yang sangat banyak dari segala pihak harusnya menjadi peringatan bagi diri Jokowi bahwa dirinya sudah keluar jalur dari apa yang diamanahkan kepadanya 5 tahun yang lalu. Perlakuan Jokowi yang mendapat banyak desakan ini sudah dapat dianggap sebagai pengkhianatan kepada negaranya sendiri.
Dari istana, nampaknya belum ada niat baik yang muncul dari Jokowi untuk setidaknya menenangkan situasi ataupun menjawab desakan-desakan yang selama ini ditujukan kepada beliau. Alumni Gontor dan seluruh rakyat Indonesia resah, resah akan hancurnya negara ini di tangan pemerintah dzalim yang dipimpin oleh Jokowi. Maka dari itu, alumni Gontor mengambil sikap melawan.
“Engkau beri kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Demi NKRI, alumni Gontor bergerak selamatkan NKRI!” tutup 5 orang perwakilan Gontor tersebut.
Dengan desakan ini, Jokowi diharapkan mendengar dan menghentikan kegilaan yang selama ini Ia lakukan dan diharapkan bawaslu dapat mewujudkan pemilihan umum yang adil dan jujur berdasarkan demokrasi. Aparatur sipil juga diharapkan bersikap netral seperti yang sudah diatur. Dengan ini, demokrasi diharapkan sembuh kembali dari cedera yang dialami dan Indonesia dapat bangun dan bergerak lebih kuat dari sebelumnya.