APAKAH BERITA ITU BENAR?

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Pesta berarti ‘perjamuan makan minum (bersuka ria dsb)’;’perayaan’.Dalam derivasinya, kata pesta bersenyawa dengan kata lain sehingga menciptakan sebuah istilah baru seperti pesta bujang berarti ‘perayaan mengganti nama bujang yang sudah beranjak dewasa’; pesta gila: ‘perayaan dansa yang tamu-tamunya berpakaian yang aneh-aneh’; pesta olahraga : ‘perayaan olahraga dengan mengadakan pertandingan berbagai cabang olahraga’; pesta panen: ‘perayaan setelah padi dipotong’ dan sebagainya.

secara tersirat kata pesta merujuk kepada satu makna yang berarti sebuah aktivitas yang menggambarkan kegembiraan atas sebuah peristiwa yang baru terjadi. Lantas muncullah kata pesta demokrasi. Sebuah gabungan kata yang kemudian membuat saya sejenak memutar otak untuk mengurai makna di balik istilah yang sudah akrab di telinga rakyat tersebut.

Istilah pesta demokrasi dalam praktinya sering digunakan untuk mensubtitusi kata pemilu. Amatilah betapa seringnya para reporter dari berbagai media di Tanah Air melontarkan secara lisan maupun tulisan kalimat-kalimat seperti, “Masyarakat menyambut pesta demokrasi ini dengan mengadakan konvoi untuk mendukung capres pilihan mereka.” atau “Pesta demokrasi ini sangat berarti bagi masa depan bangsa Indonesia.” Contoh lain, “Kita berharap pesta demokrasi ini dapat berlangsung jujur dan adil.”

Baca Juga

Sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, sejak tanggal 23 September 2018 kemarin kampanye sudah boleh dilakukan oleh Caleg dan Capres/Wapres secara resmi. Dengan demikian, maka sudah bisa dipastikan bahwa seluruh elemen politik akan memacu mesinnya guna menyongsong pesta demokrasi yang akan digelar pada April 2019 nanti.

Pemilihan umum (disebut Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan.

Pemilu juga merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan lain-lain kegiatan.Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih juga disebut konstituen dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai, Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih Berdasarkan daftar peserta partai politik.

Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu :

  1. sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta partai politik.
  2. sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu.

Adapun Tujuan pemilu ialah Melaksanakan kedaulatan rakyat; Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat; Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD dan DPRD, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden; Melaksanakan pergantian personal pemerintahan secara damai, aman, dan tertib (secara konstitusional), dan Menjamin kesinambungan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang di maksud adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan negara untuk mewujudkan Tujuan Nasional. Pada Hakikat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya

Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “LUBER” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”.

.

Asas LUBER dan JURDIL mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. Akhir-akhir ini di dunia maya banyak dimunculkan informasi dan berita palsu atau lebih dikenal dengan istilah ‘hoax’, oleh sejumlah orang yang tidak bertanggungjawab.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga memberikan dampak yang buruk. Berita hoax kian hari kian merajalela, Semakin besarnya jumlah pengguna internet dan dengan mudahnya mendapatkan informasi saat ini menjadikan berita hoax semakin mudah tersebar.  Apalagi di Negara yang sudah melek internet/media social membuat hoax semakin mudah tersebar.

 

Menurut KBBI, Hoax mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Menurut Silverman (2015), hoax merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun “dijual” sebagai kebenaran. Menurut Werme (2016), mendefiniskan Fake news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu. Hoax bukan sekedar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta.

Semua orang berpotensi sebagai pembuat hoax. Hoax terkait dengan apa saja yang tidak benar adanya, namun dijual sebagai sebuah kebenaran dengan tujuan tertentu. Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif.

Banyaknya isi-isu yang tersebar mengenai pemilu yang diadakan 5 tahun sekali ini membuat buat kita sebagai warga Negara harus lebih berhati-hati dalam memilah-milih atau menyerap berita yang berkembang. Meskipun sudah ada aturan dan pasal serta hukuman untuk menjerat pelaku penyebar hoax, nyatanya belum juga mampu mengendalikan jumlah berita hoax yang terproduksi setiap waktunya.

Semakin berkembangnya hoax di kalangan masyarakat mendorong beberapa pihak dalam memulai gerakan melawan penyebaran hoax. Pencegahan berita hoax dapat di lakukan salahsatunya dengan literasi media. Literasi media adalah perspektif yang dapat digunakan ketika berhubungan dengan media agar dapat menginterpretasikan suatu pesan yang di sampaikan oleh pembuat berita.  Dengan kata lain literasi media merupakan kemampuan untuk mengevaluasi dan mengkomunasikan informasi dalam berbagai format termasuk tulisan maupun lisan.

Sebagai masyarakat era digital membuat kita mau tidak mau harus lebih bersiap siaga dalam melawan adanya hoax. Karena hoax dapat membuat kita terprovokasi dan menimbulkan kesalahpahaman.

Untuk mewujudkan pemilu yang Suksesnya Damai Berkualitas, Bermanfaat Dan Bermartabat marilah kita sama-sama bersinergi melawan hoax dengan berbagai kegiatan seperti dialog publik, melakukan gerakan-gerakan anti hoax dan yang lebih penting adalah tidak teralalu percaya atau terprovokasi dengan berita yang tidak jelas sumbernya.

Related Posts

Add New Playlist