Oleh: Raditya Rahman
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut penghargaan bagi sebuah diskotek pasca diprotes oleh Front Pembela Islam (FPI). Hal ini mengindikasikan jika sang gubernur DKI Jakarta takut dan tunduk FPI.
Pemberian penghargaan atas sebuah pusat hiburan malam oleh Anies Baswedan mendapatkan kecaman dari ormas pendukungnya, FPI. Sang Gubernur DKI ini seolah ganar. Alhasil penghargaan-pun dibatalkan, yang kabarnya sang ajudan menjadi korban pemecatan.
Buntut dibatalkannya pemberian penghargaan terhadap Diskotek Colosseum oleh Pemprov DKI Jakarta, Gubernur DKI Anies Baswedan memberhentikan pejabat di lingkungan Dinas Pariwisata DKI Jakarta karena dianggap lalai saat memberikan penghargaan ke tempat hiburan malam tersebut. Sungguh sangat disayangkan, bukan?
Baca Juga
Padahal seperti yang kita tahu, pihak Anies sendiri telah memberikan klarifikasi atas kebenaran kebijakan penghargaan tersebut. Tapi, ko bisa-bisanya kemudian sang karyawan bawahan yang disalahkan. Lalu, yang tanda tangan disurat penghargaan itu siapa? Kembaran pak Anies?
Menurut laporan, Pemprov DKI telah mengubah keputusannya dengan alasan catatan merah pengunjung Colosseum pada tanggal 7 September 2019. Yakni, melalui laporan surat dari Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta kepada kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pada tanggal 10 Oktober tahun 2019.
Pengamat politik Ujang Komarudin merespon langkah mencabut penghargaan untuk Colosseum tersebut sesuai janji Anies Baswedan saat kampanye Pilgub Jakarta 2017 lalu, guna menutup tempat-tempat hiburan malam yang melanggar.
Anies menunjukkan gebrakan saat mampu menutup tempat hiburan malam, Alexis agar ormas pendukungnya tak merasa dikecewakan. Namun, manusia terkadang suka kebablasan biat hati mencari pujian, namun tanda tangan kadung dibubuhkan.
Jika kata pengamat politik, Ujang Komaruddin, lebih baik mencabut penghargaan daripada ditinggal oleh para loyalis serta pendukung-pendukungnya. Ujang menyatakan jika Anies harus pintar-pintar dalam mengakomodasi kelompok-kelompok yang turut berjasa membantu karier politik dirinya.
Sebelumnya, Front Pembela Islam (FPI) mengapresiasi langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mau mencabut penghargaan Adikarya Wisata ke Diskotek Colosseum. Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman, mengaku bersyukur Bahwa Anies telah mengakomodasi aspirasi umat beragama guna menjadikan ibu kota negara sebagai kota yang mampu menunjukkan kepribadian budaya, berdaulat secara politik dan berdikari dalam ekonomi. Munarman menambahkan, jika budaya di ibu kota Jakarta bukanlah sesuatu yang hedonis, melainkan budaya yang antimaksiat.
Sepertinya, Pemprov DKI mendapatkan tekanan dari berbagai pihak soal penghargaan tersebut. Bahkan, Sekda DKI Jakarta Saefullah mengatakan tim yang menilai penghargaan itu telah dibebastugaskan. Alasannya, mereka dinilai tidak teliti saat melakukan penilaian terhadap penghargaan yang diberikan dua tahun sekali tersebut.
Agaknya panggung politik kini seolah menjadi tujuan utama guna membawa diri ke posisi tertinggi, khususnya di pemerintahan. Anies yang banyak disebut terobsesi suatu jabatan dinilai takut ditinggalkan oleh ormas yang mendukungnya kala itu. Selain itu, ormas Islam yang notabene mampu mengumpulkan ribuan orang dalam sekali aksi itu sepertinya membuat Anies cukup mumpuni guna melaju dalam dunia perpolitikan nanti. Logikanya, siapa yang tak mau dukungan tanpa syarat dengan ribuan orang yang berpotensi membawa sang Gubernur DKI melenggang di kancah politik dengan nyaman?
Namun sungguh disayangkan, sikap Anies yang terkesan plin-plan dan takut atas ormas pendukungnya membuat khalayak ramai mulai mencibir kinerjanya. Tudingan playing victims dianggap pas atas perlakuannya kepada bawahan. Pasalnya, Anies telah membubuhkan tanda tangan persetujuan saat pemberian penghargaan tempat hiburan malam tersebut, namun tetap menyalahkan pegawainya dan menilai lalai atas pekerjaan yang diembannya.
Pertanyaannya ialah, ketika Anies membubuhkan tanda tangan ini, apa yang dipikirkannya. Apakah ia telah dengan teliti membaca serta mencermati keputusan untuk memberikan apresiasi terkait tempat hiburan malam tersebut. Bahkan, ketika kecaman mulai dilambungkan dirinya seolah masih berada di garis keyakinan, jika penghargaan tersebut merupakan sebuah kebijakan. Atau, mungkin saja kinerja Anies memang layak diragukan?