Lagi, Lagu Halo-halo Bandung diplesetkan jadi Milik Negeri Jiran, Koq Bisa?

Jakarta – Jagat dunia maya kembali dihebohkan dengan viralnya Lagu Helo Kuala Lumpur yang diduga mirip dengan lagu nasional Indonesia, Halo-Halo Bandung, ciptaan Ismail Marzuki. Sontak hal itu membuat netizen berang.

Terkait hal tersebut, Pengamat Seni dan Budaya Ramdansyah mengatakan perlu ada sistem informasi manajemen hak cipta untuk melindungi hak ekonomi dari individu ataupun masyarakat.

“Solusi yang dapat dilakukan oleh individu atau pemerintah, meminta pihak YouTube untuk mentakedown atau membatalkan tayangan tersebut. Itu bisa menurut saya. Itu yang harus menjadi kewajiban kita untuk melindungi hak ekonomi dari individu ataupun masyarakat,” ujar Ramdansyah, saat diskusi Klaim Budaya dan Lagu RI oleh Malaysia, Mengapa Terus Terjadi? yang digelar Good Radio Jakarta 94.3 FM, Jumat (15/9/2023).

Baca Juga

Tapi Lagu Helo Kuala Lumpur setelah ditelusuri dibuat oleh konten kreator, ujar Ramdansyah. Sudah tayang sejak 2018 di YouTube. Menurut penelusuran Ramdansyah lagu ini ini tidak diklaim oleh tetangga Malaysia atau warga tetangga, melainkan dilakukan oleh konten kreator yang tinggal di India.

“Konten kreator kan individual, bisa darimana saja diunggah. Bisa di cek via URL nya. Pastinya rumus dari beberapa konten kreator adalah memonetize atau mendapatkan cuan berupa subscriber yang besar dan durasi tonton yang cukup besar. Ini berawal dari kontroversi yang muncul sekarang ini,” jelas Ramdansyah yang lulusan Antropologi FISIP UI.

Karena itu Ramdansyah menekankan pentingnya sistem informasi manajemen hak cipta. Supaya konten kreator individual tidak sembarangan mengambil, atau mengubah tanpa izin.

“Persoalan utama kita adalah terkait dengan sistem informasi manajemen yang diamanatkan dalam undang undang hak cipta nomor 28 tahun 2014. Karena kalau kita telusuri sejak 2018 sudah muncul lagu Helo Kuala Lumpur. Artinya sudah lima tahun berjalan, tanpa dideteksi oleh sistem informasi hak cipta kita,” jelas Ramdansyah yang juga Content Creator Youtube.

“Sedangkan dalam Undang-Undang Hak Cipta kita itukan ada yang namanya pasal 6. Misalkan untuk melindungi hak moral. Hak moral itu terkait dengan nama, ciptaannya dan seterusnya. Itu ada namanya informasi manajemen hak cipta. Negara itu kemudian punya kepentingan hak cipta individual atau kelompok seperti foklore,” imbuh Ramdansyah.

Kedua jelas Ramdansyah tentu saja terkait dengan folklor. Karena kalau lagu Halo-halo Bandung kita klaim sebagai folklor, misalkan lagu rakyat atau lagu nasional itu juga perlu perlindungan. Kalau ini milik individu seperti Ismail Marzuki yang menciptakan atau produser di Indonesia, maka mereka pun perlu dilindungi.

“Karena apa?, perlindungan itu kan normanya sudah ada dalam undang-undang hak cipta kita. Ini kan dan juga umum ada di banyak negara itu perlindungan seperti itu. Berlaku selama sang penciptanya masih hidup. Yang kedua berlaku setelah meninggal hingga 70 tahun. Kalau masih ada ahli warisnya yang mendapatkan kuasa untuk memungut royaltinya, maka lagu tersebut akan dilindungi hingga tahun 2028 atau 70 tahun setelah meninggalnya Ismail Marzuki” jelas Ramdansyah.
“Persoalannya saya lihat kalau itu kewenangannya publisher untuk memungut nilai ekonomi, berarti kan Ismail Marzuki dan keluarganya masih berhak, juga publishernya. Sebab itu diamanatkan dalam UU hak cipta,” jelas Ramdansyah.

“Jadi dengan ketiga poin di atas, maka manajemen informasi hak cipta yang kita miliki ini menjadi penting. Jangan sampai ini hanya fenomena kejadian satu dari sekian ratus pelanggaran hak cipta dari warga kita. Padahal itu adalah mengandung hak cipta individual. Dan mungkin kolektif terkait folklor,” imbuh Ramdansyah.

“Kami sebagai konten kreator kan coba masukin musik dari lagu terkenal. Nggak sampai sehari sudah di takedown. karena disitu dikatakan menggunakan nggak hak orang lain di dalam channel-channel yang kita buat. Nah kalau kita tidak membuat sistem manajemen informasi seperti itu, maka mau di klaim dimana kita kan nggak tahu,” imbuhnya.

Tapi kalau kita bikin sistem Informasi manajemen yang baik, jelas Ramdansyah, baru saja satu jam ditayangkan, pemerintah sudah bisa bantu supaya di take down oleh YouTube.

“Dengan adanya sistem informasi manajemen hak cipta, Apakah kemudian dilakukan oleh individual atau pemerintah bisa meminta YouTube untuk mentakedown atau membatalkan tayangan. Itu bisa menurut saya. Itu yang harus menjadi kewajiban kita untuk melindungi hak ekonomi dari individu ataupun masyarakat,” jelas Ramdansyah.

Ramdansyah pun menyarankan pencipta lagu yang belum mendaftarkan ke Ditjen Hak untuk segera mendaftar. Sebab kalau nanti ada yang menggunakan lagu tanpa izin bisa di take down. Atau kalau kita tidak, kita minta kepada Youtube agar mereka tidak punya hak monetize, atau dengan minta pihak Youtube untuk bisukan audionya.

Pada akhirnya di percakapan radio ini Ramdansyah berpesan”Kita ini satu rumpun. Kadang kadang kalau satu rumpun ada kerinduan dengan lagu-lagu yang sama. Lagu Indonesia yang digunakan oleh TKI kita. Apakah kita tidak bangga lagu digunakan, asalkan sesuai prosedur ada izin. Kalau ada pelanggaran hak individual, maka tinggal dilaporkan saja untuk ditakedown,” pungkasnya

Related Posts

Add New Playlist